Strategic Planning Meeting BIMP-EAGA 2024: Pejabat Senior Sepakat Perlunya Terobosan Untuk Transformasi Dan Integrasi Ekonomi Pasca BIMP-EAGA Vision 2025


Warning: mysqli_query(): (HY000/1114): The table '(temporary)' is full in /home/u6998656/public_html/wp-includes/class-wpdb.php on line 2345
AllReleaseID Strategic Planning Meeting BIMP EAGA 2024

Kuching, 15 Maret 2024 – Indonesia mengangkat konsep “chrono-politic” dan “chrono-economy” dalam pertemuan Strategic Planning Meeting (SPM) Kerja Sama Ekonomi Sub Regional Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) untuk mengilustrasikan pentingnya peran waktu dalam pengambilan keputusan politik dan keputusan ekonomi. Pertemuan tersebut berlangsung di Kota Kuching Negara Bagian Serawak, pada hari Kamis (14/03).

“Kedua konsep tersebut menjelaskan bagaimana waktu mempengaruhi perilaku konsumen, keputusan investasi dan siklus ekonomi. Jika BIMP-EAGA tidak cukup gesit untuk mengadopsi dinamika ini, maka akan tertinggal dalam kompetisi,” jelas Deputi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi saat memimpin delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut.

Hal tersebut disampaikan berkaitan dengan kondisi dunia saat ini yang mana dunia masih dihadapkan pada kondisi geopolitik dan geo ekonomi yang penuh tantangan, hingga krisis kemanusiaan di Gaza. Dalam pertemuan tersebut Indonesia menggrisbawahi pentingnya momentum pertemuan SPM kali ini bagi masa depan BIMP-EAGA. Disatu sisi, saat ini sedang berlangsung penyusunan ASEAN Post Vision 2025. Indonesia memandang perlu segeranya dilakukan persiapan penyusunan dokumen visi pasca 2025 dengan menyesuaikan berbagai perkembangan global yang terjadi saat ini.

“Stabilitas dan kemakmuran harus diupayakan, agar integrasi ekonomi lebih baik kedepan menuju sub-kawasan yang tangguh, inklusif dan berkelanjutan,” kata Deputi Edi.

Dalam pertemuan tersebut beberapa isu strategis dilaporkan oleh klaster untuk mendorong integrasi ekonomi di sub-kawasan diantaranya pembentukan kelompok kerja yang fokus pada isu strategis yakni Working Group (WG) on Economic Zones dan WG on Interconnection. Selain itu, beberapa potensi rute konektivitas juga dijajaki diantaranya rute Bandar Seri Begawan – Balikpapan dan Kuching – Balikpapan. Dari sektor pariwisata, dalam keketuaan Indonesia telah disusun inisiatif Tourism Sister Village.

Beberapa proyek infrastruktur dilaporkan perkembangannya diantaranya pembangunan enclave interconnection di Kalimantan Utara sebesar 150 kVA saat ini progresnya telah mencapai 50% dan ditargetkan beroperasi pada tahun 2025, kemudian proyek infrastruktur prioritas seperti pembangunan Kereta Api Makassar – Parepare – Mamuju, pembangunan Terminal Barang Internasional (TBI) Aruk, Sambas, Badau dan juga pembagunan Makassar New Port.

Untuk keberhasilan implementasi proyek-proyek di BIMP-EAGA, para pejabat senior sepakat bahwa penguatan kerja sama lintas sektor yang efektif menjadi kunci keberhasilan kerja sama ini. Keterlibatan dunia usaha, Pemerintah Daerah dan akademisi juga sangat penting untuk keberlanjutan program-program BIMP-EAGA. Disamping itu, legalisasi dan penguatan BIMP-EAGA Facilitation Center sebagai sekretariat bersama BIMP-EAGA juga sangat mendesak untuk direalisasikan.

Dalam kesempatan tersebut Ketua Delegasi RI memberikan arahan dan tanggapan terhadap laporan 9 Klaster yaitu Transportasi, Perdagangan dan Investasi, Fasilitasi Perdagangan, Listrik dan Energi, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Agribisnis, Pariwisata, Lingkungan, serta Pendidikan dan Sosial Budaya.

Pertama, Indonesia sepakat terkait perlunya peningkatan konektivitas termasuk di kawasan perbatasan. Perlu didesain ulang peta konektivitas di tingkat regional agar tergambar mobilitas orang, sebagai acuan dalam menentukan kebutuhan transportasi kawasan. Indonesia juga menyambut baik revitalisasi konektivitas darat, laut dan udara yang sempat terhenti selama pandemi, juga rencana beberapa rute penerbangan baru, seperti Bandar Sri Begawan-Balik Papan dan Kuching- Balik Papan. Karena letak BIMP-EAGA yang sangat strategis, menghubungkan Australia dan Selandia Baru di Selatan dengan Jepang, Korea dan China di utara, perlu diusulkan titik-titik pelabuhan sebagai simpul dalam jalur tersebut.

Kedua, sebagai bentuk fasilitasi perdagangan dan investasi, harapan pengusaha untuk kemudahan pelayanan Customs, Immigration, Quarantine and Security (CIQS) agar ditanggapi serius. Untuk kemudahan transaksi, terutama bagi UMKM, perlu didorong Local Currency Transaction, sebagai digital wallet di subkawasan. Potensi kerjasama halal juga sangat besar, misalnya untuk produksi pertanian dan pariwisata halal. Banyak peluang Kerjasama dengan negara mitra dalam bidang ini.

Ketiga, Indonesia menyambut baik pembentukan working group interconnection, yang mendukung program ketahanan energi kawasan. Sementara itu, BIMP-Power Integration Project penting dalam merealisasikan perdagangan listrik multilateral dan menciptakan pasar energi subregional. Pengembangan energi terbarukan juga tidak kalah penting. ASEAN sendiri banyak menarik minat investor global bidang energi terbarukan, salah satunya melalui platform ASEAN Zero Emission Community (AZEC). Untuk transisi energi, penggunaan bahan bakar hydrogen dapat diujicobakan pada bus lintas batas yang menghubungkan Pontianak, Kuching dan Bandar Seri Begawan.

Keempat, agar diperkuat kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional untuk membangun dan mempromosikan penerapan teknologi digital. Keberadaan ICT CEO Forum agar dimaksimalkan untuk kerja sama proyek-proyek-digital. Aplikasi teknologi digital diberbagai sektor perlu didorong, misalnya untuk kemudahan prosedur kepabeanan, melacak kargo maupun untuk dokumentasi. Disisi keuangan, kerja sama Local Currency Transaction, sebagai digital wallet di subkawasan, juga perlu terus didorong, terutama untuk membantu UMKM, dengan melibatkan Bank Sentral dan Otoritas Jasa Keuangan.

Kelima, untuk keberlanjutan sektor pertanian, perlu dilatih petani muda, sekaligus untuk mendorong penerapan teknologi digital disektor pertanian untuk mendukung program ketahanan pangan, bekerja sama dengan negara mitra dan dunia usaha.

Keenam, BIMP-EAGA perlu membuat promosi bersama untuk cultural-based tourism. Juga banyak potensi untuk promosi ecotourism, bekerja sama dengan klaster lingkungan. Untuk program-program lingkungan sendiri, agar dimaksimalkan berbagai skema pembiayaan dari berbagai negara mitra diluar sub-kawasan, untuk melaksanakan program ekonomi sirkular yang berkelanjutan.

Ketujuh, BIMP-EAGA harus menjadi center of excellent. Bergabungnya akademisi melalui jaringan Higher Education Institutions dan TVET Network merupakan peluang yang sangat baik untuk memperkuat R&D sub-kawasan.

Terakhir, Indonesia menyerukan kerja sama konkret dalam mengisi perayaan 30 tahun usia BIMP-EAGA. Beberapa usulan tersebut yakni pelaksanaan 21st Century Halal Trade and Industri di Brunei Darussalam, Investor Dialogue of Hidrogen Development as the Next Power di Malaysia, ICT Workshop for SMEs di Philippines dan Agriculture Technology Forum and Expo di Indonesia.

Sebagai informasi, lebih dari 400 delegasi dari negara anggota BIMP-EAGA yakni Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Filipina hadir dalam rangkaian pertemuan tersebut. Jumlah delegasi Indonesia sendiri mencapai 80 orang yang terdiri dari perwakilan masing-masing kementerian/lembaga yang menjadi penanggung jawab dari klaster dan kelompok kerja, termasuk perwakilan dari Pemerintah Daerah dan pengusaha (BIMP-EAGA Business Council dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia) juga Perwakilan RI di negara BIMP-EAGA. (dep7/ltg)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *