Menteri PPPA Sambut Baik Perpanjangan Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT

Sharing is caring!

Jakarta (31/3) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyambut baik langkah Kantor Staf Presiden (KSP) yang memperpanjang penugasan Gugus Tugas Percepatan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Gugus tugas ini terdiri atas 8 (delapan) Kementerian/Lembaga (K/L), yaitu Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, KemenPPPA, KSP, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung.

“Gugus tugas merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam percepatan pengesahan RUU PPRT. Praktik baiknya sudah kita lihat bersama ketika mengawal pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Selain itu, Pemerintah sepakat bahwa kerja yang kita butuhkan dalam penyusunan RUU PPRT tidak hanya kerja substansi, tapi kerja komunikasi dan politik juga menjadi penting,” ujar Menteri PPPA, dalam Rapat Koordinasi Pengesahan Surat Keputusan Perpanjangan Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT dan Rencana Tindak Lanjut, di Kantor Staf Presiden, Kamis (30/3).

Menteri PPPA menegaskan, percepatan pengesahan RUU PPRT merupakan salah satu upaya dalam memberikan pengakuan terhadap PRT serta memperjuangkan jaminan kesehatan dan sosialnya.

“90 persen dari 4,2 juta PRT adalah perempuan dan anak. Oleh karena itu, penting untuk kita bisa mengawal pengesahan RUU PPRT dengan sebaik-baiknya,” kata Menteri PPPA.

Lebih lanjut, Menteri PPPA mengatakan pentingnya sinkronisasi kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih antara RUU PPRT dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

“Ketika bicara terkait perlindungan kepada PRT yang berasaskan keadilan, kesejahteraan, serta penghormatan hak asasi manusia, kami harapkan supaya memperhatikan UU yang ada terkait perempuan dan anak, seperti UU Ratifikasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Perlindungan Anak,” tutur Menteri PPPA.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerangkan, Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan Surat Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait penunjukkan wakil pemerintah dalam pembahasan RUU PPRT.

“Sembari menunggu Surat Presiden diterbitkan, kita bekerja secara simultan dalam menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), mempersiapkan konsinyering, serta melakukan komunikasi publik dan politik. Gugus tugas pun telah kita perpanjang dengan kepentingan sebagai rumah konsilidasi K/L yang tidak tercantum dalam Surat Presiden,” tutur Moeldoko.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menyebutkan adanya 5 (lima) hal yang harus menjadi perhatian bersama dalam penyusunan RUU PPRT, yaitu bias (gender, kelas sosial, feodalisme, dan ras); diskriminasi terkait tidak adanya pengakuan identitas sebagai pekerja untuk mengakses pekerjaan yang layak; identitas; jaminan dan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban; serta kemiskinan akses informasi, pendidikan, dan ekonomi.

“Urgensi disusunnya RUU PPRT adalah untuk menghapuskan diskriminasi kepada PRT, baik secara sosial maupun ekonomi. RUU PPRT juga mendorong pemenuhan hak dan kewajiban yang diberikan kepada PRT dan pemberi kerja,” kata Muhadjir.

Muhadjir juga mendorong Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT untuk mempertimbangkan analisis konsekuensi suatu kebijakan dari sisi proyeksi, prediksi, dan risiko yang hasilnya dapat menjiwai kebijakan tersebut. “Perlu ada analisis yang mendalam dalam penyusunan RUU ini, agar jangan sampai semangat kita adalah membela PRT, tetapi justru nantinya merugikan PRT,” pungkas Muhadjir.

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *