Jakarta, 25 Juni 2020 ― Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) terus melakukan terobosan guna meningkatkan ekspor rempah Indonesia di pasar dunia. Rempah merupakan komoditas ekspor yang menjanjikan karena pasarnya terus tumbuh.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kasan, selaku pembicara kunci pada webinar dengan tema “Strategi Diversifikasi dan Adaptasi Ekspor Rempah Indonesia pada Tatanan Kehidupan Normal Baru” hari ini, Kamis (25/6).
“Pemerintah terus melakukan berbagai terobosan untuk meningkatkan ekspor rempah di tatanan kehidupan normal baru saat ini. Rempah merupakan komoditas ekspor yang menjanjikan karena pasarnya terus tumbuh. Hal ini sejalan dengan meningkatnya industri makanan dan minuman, industri restoran, dan industri kosmetik dunia,” jelas Kasan.
Kasan menegaskan, kita harus bergerak cepat dan bekerja sama untuk meningkatkan dan menjaga ekspor rempah Indonesia. “Langkah-langkah yang akan dilakukan Kemendag antara lain dengan melakukan pemetaan produk dan pasar ekspor, penguatan promosi dagang, pengembangan produk ekspor, dan penguatan sumber daya manusia (SDM),” ujar Kasan.
Lanjut Kasan, perdagangan tidak boleh berhenti karena alasan Covid-19. Terlebih lagi rempah adalah produk unggulan dan dibutuhkan pada saat Covid-19 untuk imunitas tubuh.
Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita mengatakan, walaupun ada Covid-19, permintaan atas rempah masih meningkat. “Pada Januari-April 2020, nilai permintaan rempah tercatat sebesar USD 218 juta atau meningkat sekitar 19,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujar Olvy.
Olvy mengatakan, terdapat sejumlah hambatan yang dialami ekspor rempah saat ini. Beberapa di antaranya adalah penutupan laboratorium untuk pengujian, penutupan bandar udara komersial internasional, berkurangnya permintaan dari negara importir dikarenakan pemberlakuan karantina wilayah dan kebijakan lockdown juga terputusnya rantai pasokan dan pendistribusian produk ke negara lain.
“Proses produksi tidak dapat didistribusikan dengan baik ke pasar lokal maupun ke pasar dunia karena banyaknya industri makanan dan industri kuliner yang sementara tutup karena masa pandemi,” kata Olvy.
Olvy menambahkan, strategi peningkatan ekspor lainnya adalah memperkuat daya saing komoditas dengan memanfaatkan pasar ekspor luar negeri. Hal itu dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi, penetrasi, dan pengembangan komoditas. Di samping itu, perlu adanya promosi secara daring (online) maupun luring (offline) serta memfasilitasi dunia usaha agar dapat dengan mudah menyertifikasi indikasi geografis, sertifikasi organik, serta sertifikasi halal ke negara tujuan ekspor.
“Upaya peningkatan perdagangan dilakukan melalui pengembangan sertifikasi produk dan peningkatan food safety dari tingkat petani. Sehingga, produk rempah harus dipastikan dahulu terbebas dari Salmonella dan Aflatoksin.
Selain itu, lanjut Olvy, Indonesia perlu mengembangkan rempah organik. Sebab, rempah jenis tersebut tengah diminati oleh pasar Eropa. Indonesia jug perlu meningkatkan promosi produk rempah yang belum dikenal, seperti kunci dan temulawak
Penguatan jejaring perwakilan Indonesia di luar negeri dan perwakilan perdagangan baik Atase Perdagangan, Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), dan Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) juga penting untuk dilakukan. Selain itu, dengan mengoptimalkan pemanfaatan resi gudang untuk menjaga kualitas produk yang disimpan.
“Untuk meningkatkan ekspor rempah, pemerintah berupaya mendorong penetrasi ekspor ke negara nontradisional seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Pakistan. Selain itu, rempah tanah air juga potensial diekspor ke Bosnia dan Eropa Timur,” ujar Olvy.
Atase Perdagangan RI di India Ferry Jacob menegaskan, siap menjembatani dan memfasilitasi pencarian buyers potensial serta meningkatkan branding produk rempah Indonesia. “Kami akan bekerja sama dengan Konsulat Jenderal, ITPC, dan KDEI untuk mencari buyers, serta mempromosikan dengan meningkatkan branding produk rempah Indonesia,” kata Ferry.
Ferry menambahkan, yang perlu diperhatikan para pelaku ekspor yaitu memastikan kelancaran transaksi terkait kepastian pengiriman barang setelah dilakukannya pembayaran, mencermati situasi pembatasan sosial berskala besar di Indonesia saat ini, adanya kontinuitas kualitas dan kuantitas produk, serta melakukan konfirmasi setelah bertransaksi.
Dalam webinar tersebut hadir importir dari India Rajeshwaran S.P.K.M. Rajamani yang menyampaikan, peluang rempah Indonesia terbuka. Menurutnya, India bukan pesaing, melainkan merupakan rekan yang dapat saling bekerja sama untuk meningkatkan ekspor rempah Indonesia ke India karena rempah India tidak sama dengan Indonesia.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan KDEI Taipei Taiwan Miftah Farid menyampaikan, KDEI Taipei siap mendukung pelaku usaha rempah Indonesia melalui kegiatan penjajakan kesepakatan dagang pada Maret 2020. Selain itu, juga akan membantu mempertemukan antara pelaku usaha rempah Indonesia dengan importir di Taiwan.
Acara webinar turut dihadiri perwakilan Dewan Rempah Indonesia Lukman Basri dan importir dari Taiwan Theresia Liu. Theresia mengatakan, kebutuhan terhadap rempah Indonesia saat ini mengalami peningkatan. Hal itu, karena rempah di Taiwan yang semula hanya digunakan untuk obat-obatan kini beralih kegunaannya untuk industri restoran. Selain itu juga adanya peningkatan kebutuhan rempah bagi warga negara Indonesia (WNI) di Taiwan.
Sekilas Perdagangan Ekspor Rempah Indonesia
Indonesia berada pada peringkat enam dunia eskportir rempah dengan pangsa pasar 6,03 persen setelah India (pangsa pasar 18,75 persen), Tiongkok (14,25 persen), Vietnam (7,14 persen), Madagaskar (6,47 persen), dan Guatemala (6,37 persen).
Pada periode Januari–April 2020, nilai ekspor rempah Indonesia mencapai USD 218,69 juta, atau meningkat 19,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Komoditas ekspor rempah utama Indonesia selama tahun 2019 adalah lada (pangsa pasar 22,04 persen), cengkeh (16,65 persen), bubuk kayu manis (12,16 persen), vanila (10,42 persen), dan pala (10,09 persen). Kelima produk ini merupakan komoditas utama rempah dengan jumlah pangsa pasar sebanyak 71,36 persen dari total ekspor rempah Indonesia di tahun 2019.
Negara tujuan ekspor utama produk rempah Indonesia pada 2019 adalah Amerika Serikat dengan pangsa pasar 22,48 persen, India (15,54 persen), Vietnam (14,03 persen), Tiongkok (7,32 persen), dan Belanda (4,94 persen). Sementara itu, sepanjang 2015―2019, ekspor rempah Indonesia ke pasar nontradisional menunjukkan tren pertumbuhan positif, antara lain ke Pakistan (tren 16,32 persen), Saudi Arabia (11,94 persen), Thailand (6,69 persen), Uni Emirat Arab (UAE) (37,06 persen), Kanada (1,68 persen), dan Brasil (9,07 persen).