Jakarta – Data penduduk Indonesia yang menjalani tes covid-19 diduga bocor. Kasus ini berawal dari data pasien tes Covid-19 yang dapat diakses publik lewat internet dan diperjual belikan. Dari penelusuran sederhana, ternyata data-data ini – termasuk data NIK – memang ditaruh sembarangan di tempat terbuka sehingga orang bisa mengaksesnya dengan mesin pencari.
“Jika kasus ini benar terjadi, apakah ini karena kebodohan akan IT dari pihak pengelola, atau karena ketidak tahuan hukum bahwa data-data itu harus dilindungi, atau karena kesembronoan dan kelalaian? Itu berarti ada dugaan keteledoran pengelola negara atas amanah data-data pribadi pasien Covid 19 maupun data NIK. Pertanyaannya kemudian, data pribadi dan penting apa lagi yang ditaruh sembarangan? Jika kasus ini terbukti, negara harus tegakkan hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Kasus-kasus serupa yang terus berulang bisa jadi mengindikasikan lemahnya hukum kita dalam hal ini,” ujar Sukamta, anggota Komisi I DPR RI, di Jakarta, Kamis (25/6).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menegaskan bahwa hal ini tidak bisa ditolerir karena sudah berulang kali. Pejabat pemerintah selalu mengingkari. Ada yang mengatakan datanya aman, ada yang mengatakan tidak memberi akses kecuali hanya konfirmasi.
Faktanya, Sukamta melanjutkan, data-data tersebut mungkin memang tidak pernah dihack atau dibajak, sehingga dinyatakan aman. Padahal kenyataannya data memang disimpan ditempat terbuka sehingga tidak perlu hacker dan cracker untuk menemukannya.
“Jangan-jangan penjual data publik itu hanya ingin mengingatkan kita akan keteledoran ini. Sekarang justru yang perlu diusut adalah penyelenggara negara atau pengelola data-data tersebut,” katanya.
Langkah paling mungkin sekarang pemerintah harus memastikan dan menjamin sistem keamanan siber terkait data pribadi di instansi-instansi pemerintah segera terupdate dan sulit diretas. Kemudian negara harus memberikan pendidikan tentang pentingnya data pribadi ini ke setiap warganya, termasuk juga kepada para pegawai pemerintah.
Tak lupa, dalam aspek hukum, jika ada kasus kejahatan yang melanggar hak data pribadi, maka tuntaskan kasusnya menggunakan instrumen hukum yang sudah ada, setidaknya ada 32 Undang-Undang yang mengatur soal pelindungan data pribadi. Juga ada Peraturan Pemerintah tentang hal ini.
“Sementara itu kita juga sedang siapkan seperangkat aturan yang lain seperti RUU Pelindungan Data Pribadi dan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Semoga cepat rampung untuk bisa mewujudkan ranah digital yang aman,” harap wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.