Jakarta, 19 Juni 2020 – Pandemi Covid-19 menimbulkan setidaknya 3 (tiga) dampak terhadap perekonomian, yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan peningkatan kemiskinan. Untuk itu, Pemerintah harus segera menyiapkan program dan kebijakan pemulihan secara cepat dan tepat.
Saat menjadi pembicara pada webinar Kajian Ekonomi HIPMI #4, Kamis (18/6) malam, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerangkan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah. Ia pun menekankan, dalam setiap langkah yang Pemerintah ambil tersebut selalu mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan.
Langkah pertama, program Exit Strategy yaitu pembukaan ekonomi secara bertahap menuju tatanan kenormalan baru. Kedua, program Pemulihan Ekonomi Nasional. Ketiga, Reset dan Transformasi Ekonomi.
“Reset menjadi penting karena berbagai sektor ekonomi sudah turun minus sehingga dari minus itu perlu dikembalikan ke 0, lalu dari 0 kita akan transformasikan agar berkembang menjadi positif,” ujar Airlangga.
Menko Airlangga menjelaskan, pandemi Covid-19 memberikan tekanan pada perekonomian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Semua indikator memberikan sinyal pelemahan ekonomi.
“Namun, saya mengingatkan bahwa kita ini sedang berada di situasi yang tidak normal. Ini penting agar kita semua mempunyai pemahaman yang sama bahwa kondisi yang terjadi saat ini adalah sama dengan 215 negara lain di dunia. Hampir seluruh negara di dunia masuk di dalam periode minus. Pandemi ini pun berdampak besar pada berbagai sektor perekonomian, ini yang membedakan dengan krisis di tahun 1998 dan 2008,” terangnya.
Tetapi, Indonesia memiliki resiliensi lebih kuat dari negara lain. Tiga negara yang masih relatif positif secara ekonomi adalah Cina, India, dan Indonesia. Selain itu, ekonomi Indonesia di tahun 2020 diprediksi masih di jalur positif, yaitu menurut proyeksi IMF akan tumbuh 0.5% dan menurut World Bank diperkirakan tidak tumbuh (0%).
”Kalau kita lihat di kuartal pertama Indonesia juga masih positif, tapi memang di kuartal kedua dengan adanya PSBB, Indonesia diprediksi masuk di dalam jalur minus sekitar -3%,” kata Menko Perekonomian.
Di kuartal I tahun 2020, dari sisi konsumsi (demand), yang membuat kontraksi adalah konsumsi yang pertumbuhannya turun dari biasanya di atas 5% (5.3% di kuartal I tahun 2019) menjadi 2.7%. Kemudian investasi tumbuh 1.7%, lalu konsumsi pemerintah masih menunjang dalam bentuk belanja negara melalui anggaran, yaitu tumbuh sebesar 3.7%.
Sementara dari sisi dunia usaha (supply), sektor manufaktur ada di 2.1% dan perdagangan di 1.6%, namun pertanian ada di 0%. ”Jadi pertanian ini menjadi perhatian untuk kembali bisa menopang di saat ekonomi seperti ini. Di bulan Juni-Juli akan ada panen raya, maka sektor ini diharapkan bisa membuat kuartal ketiga 2020 tidak terlalu turun, apalagi didukung adanya new normal,” jelas Menko Airlangga.
Ia pun memberi gambaran bahwa krisis akibat Pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai sampai akhir tahun 2020. ”Bisa terus bergeser ke tahun 2021, 2022, untuk recovery,” sambung Airlangga.
Namun, lanjut Menko Perekonomian, Pemerintah sudah menyiapkan skenario defisit anggaran dan akan mengembalikannya di tahun 2023. ”Sehingga kita punya ruang untuk melakukan stimulus fiskal maupun untuk pembiayaan,” tuturnya.
Kemudian, jika dilihat dari segi ekspor impor, neraca ekspor turun dan yang bisa menahan penurunan adalah sektor industri pengolahan. ”Mining mengalami penurunan, kemudian oil and gas. Dari segi impor, konsumsi juga menurun banyak. Bahan baku turun. Lalu, yang menjadi catatan adalah capital juga turun, itu berarti investasi turun dan penciptaan lapangan terbatas,” papar Menko Airlangga.
Dari sisi penerimaan pajak sektoral, sektor pertambangan, transportasi, konstruksi dan real estate, perdagangan, manufaktur, serta keuangan mengalami penurunan.
”Jika sektor keuangan sudah terdampak, itu berarti membutuhkan langkah-langkah koordinasi Pemerintah bersama BI dan OJK secara cepat. Dengan catatan, cepat dan tidak tersandung oleh aparat hukum,” tegas Menko Perekonomian.
Ia pun menyebut, ada beberapa sektor yang tertekan dampak Covid-19 namun mulai terjadi pembalikan arah seiring dengan pembukaan ekonomi, seperti otomotif dan distribusi bahan bangunan. “Memang terjadi penurunan dalam, namun ada sinyal membaik dan positif terkait dengan pembukaan ekonomi,” lanjutnya.
Dalam webinar yang diselenggarakan Hipmi yang bekerja sama dengan Kadin dan Apindo ini, Menko Airlangga pun menyinggung soal perkembangan Covid-19 di Indonesia.
“Ada standar global untuk warna wilayah. Hijau itu daerah aman, kuning itu sudah siap untuk dibuka, lalu daerah yang berbahaya itu warnanya merah, dan oranye itu bersiap-siap. Masing-masing kepala daerah di tingkat Gubernur yang menentukan wilayahnya sudah siap dibuka atau masih perlu ditutup. Kemudian seluruh data dikumpulkan di BNPB sehingga apabila ada second wave, daerah tersebut bisa ditutup kembali,” pungkas Menko Perekonomian. (idc/iqb)