Jakarta – Peningkatan Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) tahun 2020 layak diapresiasi. Badan Pusat Statistik merilis IPAK tahun 2020 sebesar 3,84 atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar 3,70.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan peningkatan ini patut diapresiasi karena indeks ini merupakan salah satu hasil dari strategi pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK bersama dengan semua pemangku-kepentingan, mulai dari kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, aparat penegak hukum, institusi pendidikan, serta masyarakat sipil, mengalami peningkatan dalam hal kesadaran dan perilaku masyarakat ketika berhadapan dengan aksi penyuapan, pemerasan, dan nepotisme.
Nilai indeks yang semakin mendekati 5 ini, menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi. Sebaliknya, jika nilai IPAK mendekati 0, menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
Namun demikian, lanjut Ipi, bila dirinci terdapat penurunan persepsi antikorupsi di level keluarga, komunitas, dan publik. Di level keluarga, misalnya banyak istri tak mempertanyakan asal uang ketika suami memberikan uang di luar gaji, serta menganggap wajar penggunaan mobil dinas di luar tugas kantor.
Di level komunitas, masyarakat menganggap wajar memberikan uang, barang, atau fasilitas kepada Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat saat hari raya keagamaan. Lalu, di level publik, masyarakat memandang wajar menerima uang, barang, atau fasilitas, untuk memilih kandidat tertentu dalam Pilkada atau Pemilu.
Dia menambahkan, meskipun meningkat dibandingkan tahun 2019, IPAK 2020 masih di bawah target RPJMN 2020 yang mematok skor 4,0. KPK, kata dia, memandang hal ini sebagai ruang untuk terus mendorong upaya-upaya pencegahan korupsi melalui pembangunan budaya antikorupsi dan proses pendidikan politik kepada masyarakat.
KPK berharap di masa depan upaya pencegahan korupsi, terutama terkait upaya peningkatan kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap suap, pemerasan, dan nepotisme, semakin masif dilakukan oleh seluruh pemangku-kepentingan.