Kupang (27/5) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Konservasi Kawasan Perairan Nasional (BKKPN) Kupang melakukan monitoring pendaratan penyu di Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang. Dalam pelaksanaannya, unit pelaksana teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) tersebut melibatkan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi.
Dari hasil monitoring ditemukan 3 induk penyu, yaitu 2 induk penyu hijau dan satu penyu sisik yang mendarat dan bertelur. Petugas mencatat ada 2 lubang telur telah menetas pada Rabu (20/5) pukul 18.30 WITA sebanyak 64 tukik penyu hijau, dan Kamis (21/5) pukul 16.30 WITA sebanyak 43 tukik penyu sisik. Terhadap tukik yang telah menetas dilakukan pelepasliaran oleh tenaga lapangan dan kelompok masyarakat binaan BKKPN Kupang.
Direktur Jenderal PRL Aryo Hanggono di Jakarta (27/5) menyampaikan bahwa Semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Selain itu, Permen LHK No. 20 tahun 2018 tentang jenis dan satwa yang dilindungi dan Permen LHK No. 106 tahun 2018 tentang perubahan Permen LHK No. 20 tahun 2018 menyatakan bahwa 6 jenis penyu tergolong satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang. Badan Konservasi Dunia IUCN yang juga memasukan penyu ke dalam kategori terancam punah.
KKP dalam rangka melakukan penertiban terhadap pemanfaatan penyu dan turunannya juga menerbitkan Surat Edaran No. SE 526 tahun 2015 tentang Pelaksanaan Perlindungan Penyu, Telur, Bagian Tubuh, dan/atau Produk Turunannya.
“Ancaman terhadap penyu adalah perdagangan baik dalam bentuk daging, telur ataupun bagian tubuhnya. Ini berarti segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya itu dilarang” ungkap Aryo.
“Sudah sepatutnya bagi kita untuk menjalankan ketentuan berlaku dan melakukan tindakan preventif untuk mengurangi ancaman keberlangsungan hidup penyu, dan itu merupakan tanggung jawab kita sebagai pengelola kawasan konservasi” tegas Aryo.
Sementara itu, Kepala BKKPN Kupang, Ikram M Sangadji menjelaskan bahwa kegiatan monitoring terhadap biota dilindungi khususnya penyu merupakan agenda wajib yang dilakukan oleh BKKPN dengan melakukan pencatatan waktu, koordinat, jenis, jumlah individu, dan foto id jika dimungkinkan serta tagging.
“Kami telah menyusun SOP sebagai standar pelaksanaan monitoring di lapangan, sehingga pelaksanaan monitoring telah berstandar dan data dapat diperoleh secara optimal,” jelasnya pada saat penyerahan nasi ikan di Kupang pada Sabtu (23/5).
“BKKPN juga memiliki tenaga lapangan yang siap siaga selama 24 jam di Pulau Kapoposang, serta didukung oleh masyarakat yang sadar akan pentingnya konservasi yang tergabung dalam kelompok binaan kami, sehingga dapat melakukan pengelolaan kawasan konservasi secara optimal khususnya dalam pemantauan biota dilindungi,” tambahnya.
TWP Kapoposang sering disebut sebagai ‘rumah tinggal penyu’, merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang menjadi habitat alami bagi penyu. Keberadaan penyu dapat dijumpai hampir di setiap sudut pulau.
Ikram juga menyampaikan bahwa TWP Kapoposang merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi desa wisata bahari ‘Dewi Bahari’.
“Kapoposang memiliki 13 titik penyelaman, salah satunya bernama turtle point, sesuai dengan namanya spot tersebut dikenal merupakan habitat asli dari penyu sisik, kita bisa mengembangkan potensi ini, bahkan dari kegiatan monitoring bersama masyarakat terhadap pendaratan penyu bertelur kita dapat membuat bisnis proses wisata konservasi untuk menyaksikan penyu bertelur,” jelasnya.