Jakarta – Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Ka-BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan ketersediaan dana riset yang berkelanjutan dinilai penting dalam memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia. Menteri Bambang menyampaikan Selain infrastruktur penelitian dan kemampuan ilmiah yang mumpuni, pendanaan sangat penting untuk mewujudkan penelitian.
“Rekomendasi-rekomendasi utama yang dihasilkan dari studi ini sejalan dengan rencana Pemerintah untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi, utamanya melalui pendanaan yang berkelanjutan, dikelola secara profesional dan memiliki tingkat fleksibilitas yang sesuai,” ucap Menristek menanggapi paparan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Akademi Ilmuan Muda Indonesia (ALMI) dalam acara peluncuran virtual (webinar) buku berjudul ‘Membangun Penyelenggaraan Pendanaan Penelitian yang Berkelanjutan dan Mandiri : Sebuah Studi Kebijakan’ melalui kanal YouTube The Conversation Indonesia (TCID), Kamis (4/5).
Ketua AIPI Satryo Soemantri Brodjonegoro menggarisbawahi niat pemerintah membangun ekosistem riset yang lebih baik, terutama dalam kondisi menghadapi pandemi saat ini. Khususnya dalam meberikan kepastian pelayanan kesehatan dan keamanan warga, beliau menyebutkan pentingnya pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dibuat jika berdasarkan bukti ilmiah dan hasil penelitian dengan menggunakan basis sains.
“Niat pemerintah untuk membangun ekosistem riset yang lebih baik sudah terlihat dari terbitnya Undang-Undang 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan (UU Sisnas Iptek). Pasal 59 dalam UU tersebut mengamanatkan dana abadi penelitian sebagai salah satu sumber pendanaan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan untuk menghasilkan invensi dan inovasi. Namun, saat ini implementasi serta pengelolaan belum terjadi. Maka, studi ini kami, AIPI dan ALMI, susun sebagai masukan bagi penyusunan Perpres Dana Abadi tersebut,” jelasnya Ketua AIMI Satryo Soemantri Brodjonegoro
Data dari Bank Dunia dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2018 mengilustrasikan bahwa kenaikan 1% belanja penelitian dan pengembangan (litbang) mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% di negara-negara maju. Di negara-negara berkembang, kenaikan 1% belanja litbang juga mendongkrak pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) namun dengan persentase lebih kecil, yaitu antara 0,3% dan 0,62%. Sekretaris Jenderal ALMI Berry Juliandi menyebutkan, pendanaan penelitian harus responsif dan relevan dengan tingkat fleksibilitas untuk memungkinkan penelitian yang baik.
“Dalam studi ini, kami bersama dengan AIPI mengidentifikasi bahwa setidaknya ada enam permasalahan dalam pengelolaan pendanaan penelitian di Indonesia. Diantaranya kurangnya sinkronisasi data penghitungan belanja litbang nasional, belum ada mekanisme jelas untuk pengukuran kinerja lembaga penelitian, mekanisme pendanaan penelitian masih menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa, belum ada lembaga independen yang fokus mengelola pendanaan penelitian, serta rendahnya kontribusi industri atau swasta pada kegiatan penelitian di Indonesia,” Jelas Sekjen ALMI Berry Juliandi.
Direktur Komunikasi ALMI Inaya Rakhmani mengungkapkan bahwa dari beberapa kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendanaan penelitian di Indonesia, studi kebijakan yang disusun ini merekomendasikan bahwa rancangan Peraturan Presiden terkait Dana Abadi Penelitian perlu memisahkan antara lembaga pengelola investasi dan penyaluran manfaat. Beliau menjelaskan, jika belajar dari negara lain, mereka menggali sumber pendanaan penelitian di luar anggaran negara terutama melalui pembiayaan berkelanjutan untuk mencukupi kebutuhan pendanaan penelitian. Dari data OECD tahun 2017, setidaknya 10 negara dengan pengeluaran litbang terbesar menggunakan instrumen portofolio investasi guna mengembangkan dana penelitiannya.
“Dua mekanisme yang umum dipakai adalah Dana Abadi dan Sovereign Wealth Fund (SWF). Kedua mekanisme tersebut bertujuan untuk mendapatkan imbal investasi besar, meringankan beban anggaran negara dan juga mengajak swasta untuk terlibat,” Jelas Direktur Komunikasi ALMI Inaya Rakhmani.
Dana Abadi adalah dana investasi yang dibentuk oleh suatu institusi tanpa mengurangi dana pokok yang dikelola. Sedangkan SWF, merupakan dana investasi khusus yang dikendalikan oleh pemerintah atau badan untuk pengelolaan aset jangka menengah dan panjang. Penyelenggaraan Dana Abadi sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Indonesia contohnya, sejak tahun 2012 sudah mengelola Dana Abadi Pendidikan. Untuk pengelolaan SWF di Indonesia sebenarnya pernah hendak diselenggarakan melalui pendirian Pusat Investasi Pemerintah (PIP), namun sejak tahun 2016 lembaga tersebut dialihkan sebagai sebagai pengelola pembiayaan ultra mikro (UMi).
Studi ini juga menjabarkan bentuk struktur kelembagaan baik dana abadi maupun SWF. Kelembagaan sebaiknya melibatkan institusi yang berwenang dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendanaan penelitian seperti Kemenristek/BRIN, Kementerian Keuangan, LPDP, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan AIPI. Melihat ke depan, riset tidak hanya digunakan menjawab tantangan yang saat ini terjadi tetapi juga untuk mengatasi permasalahan mendatang. Diperlukan proses sosial penanaman dan pembentukan riset serta ilmu dasar, agar membentuk manusia-manusia kritis yang mampu berpikir di luar kebiasaan. Impian Indonesia untuk mencapai scientific excellence akan tercapai jika para ilmuwan mampu mencetuskan penemuan di luar apa yang sudah biasa yang perlu didukung dengan pendanaan penelitian yang tidak terikat tahun anggaran.
Turut Hadir dalam acara peluncuran virtual (webinar) tersebut Ketua AIPI Satryo Brodjonegoro, Sekretaris Jenderal ALMI Berry Juliandi serta Direktur Komunikasi ALMI Inaya Rakhmani, dan di moderator oleh Executive Editor¬ The Conversation Indonesia Prodita Sabarini.