Jakarta (9/5) – “Pada masa pandemi COVID-19 saat ini, banyak perempuan dan anak dari kelompok rentan terdampak yang terabaikan pemenuhan kebutuhan spesifiknya, yakni ibu hamil, ibu menyusui, anak, penyandang disabilitas, lansia, perempuan kepala keluarga, dan lain-lain. Apabila kebutuhan spesifik ini tidak terpenuhi, dapat menganggu kesehatan, fungsi reproduksi dan tumbuh kembang,” ungkap Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian PPPA, Lenny N. Rosalin dalam Rapat Virtual Koordinasi Pokja Daerah Gerakan #BERJARAK (8/5).
Lenny meminta kepada seluruh pihak yang menangani masalah perempuan dan anak di daerah untuk memastikan pemenuhan kebutuhan spesifik bagi kelompok rentan terdampak COVID-19 dapat tersalurkan kepada yang benar-benar membutuhkan dan tepat sasaran. “Verifikasi ke lokasi sebelum pemberian bantuan sangat diperlukan, agar dapat diketahui bantuan apa saja yang diperlukan dan/atau belum diterima, utamanya fokus pada perempuan dan anak,” tambah Lenny.
Pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak sebagai bagian dari kelompok rentan terdampak COVID-19 ini merupakan bentuk implementasi dari aksi ke-2 Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (#BERJARAK) yaitu penuhi hak perempuan dan anak. #BERJARAK merupakan gerakan yang diinisiasi Kemen PPPA sejak April 2020 dengan melibatkan kelompok kerja (pokja) daerah serta berbagai mitra di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.
“Melalui aksi kedua #BERJARAK tersebut, daerah diberi mandat untuk memenuhi kebutuhan spesifik perempuan dan anak, seperti susu (hanya untuk anak usia di atas 2 tahun), makanan tambahan bergizi, vitamin, pembalut, pampers untuk balita maupun lansia, dan lainnya tergantung kebutuhan di setiap daerah. Pemenuhan kebutuhan spesifik ini, dapat bersumber dari 70% dana dekonsentrasi Kemen PPPA,” terang Lenny.
Lebih lanjut Lenny mengingatkan, daerah diharuskan untuk menyaring ketat kriteria dari penerima bantuan, baik secara umum maupun spesifik. Adapun kriteria penerima bantuan spesifik yaitu keluarga prasejahtera, maksimal penerima bantuan hanya dua orang untuk setiap keluarga di satu rumah, dan berasal dari keluarga PDP/positif/meninggal karena COVID-19.
Mengingat keterbatasan anggaran yang dimiliki, Lenny juga meminta daerah untuk menyalurkan bantuan berdasarkan data terpilah terkait perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya yang terdampak COVID-19. “Jika akan melakukan intervensi, kita harus memiliki data kelompok rentan terdampak yang diperlukan, terutama dalam upaya pemberian bantuan spesifik bagi mereka. Untuk itu, kami harap para pokja daerah dapat memberikan data terpilah yang valid serta laporan terkait 10 aksi #BERJARAK yang sudah dilakukan,” ujar Lenny.
Sampai saat ini, sudah ada 30 Provinsi yang mengirimkan data terpilah perempuan dan anak terdampak Covid-19, namun masih ada 4 provinsi yang belum mengirimkan data secara terpilah. “Kami harap dalam waktu yang tidak terlalu lama, 4 provinsi ini dapat segera bergabung untuk mengirimkan data terpilah COVID-19,” ujar Lenny.
Lenny menambahkan, dari data yang ada, 6 (enam) provinsi dengan jumlah kasus kasus COVID – 19 tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta dengan 1.609 perempuan positif dan 161 anak positif; Provinsi Jawa Barat dengan 470 perempuan positif dan 29 anak positif; Provinsi Jawa Tengah dengan 243 perempuan positif dan 56 anak positif; Provinsi Jawa Timur dengan 215 perempuan positif dan 31 anak positif; Provinsi Banten dengan 180 perempuan positif dan 14 anak positif; serta Provinsi Sulawesi Selatan dengan 282 perempuan positif, 4 anak positif.
Dalam Rakor tersebut, diketahui sebagian besar provinsi sudah melakukan 10 aksi gerakan #BERJARAK, dan mayoritas fokus pada aksi-aksi dalam upaya pencegahan, di antaranya yaitu :
- Aksi 1 (tetap di rumah) di 30 provinsi;
- Aksi 4 (jaga diri, keluarga dan lingkungan) di 30 provinsi;
- Aksi 5 (membuat tanda peringatan) di 22 provinsi;
- Aksi 6 (menjaga jarak fisik) di 30 provinsi;
- Aksi 8 (menyebarkan informasi yang benar) di 26 provinsi.
Sedangkan untuk aksi-aksi dalam upaya penanganan, meliputi :
- Aksi 2 (hak perempuan dan anak terpenuhi) di 22 provinsi;
- Aksi 3 (APD tersedia) di 27 provinsi
- Aksi 7 (mengawasi keluar masuk orang dan barang) di 8 provinsi;
- Aksi 9 (aktivasi media komunikasi) di 3 provinsi; dan
- Aksi 10 (aktivasi rumah rujukan) di 13 provinsi.
Pada rangkaian rapat koordinasi, juga disampaikan praktek baik yang telah dilakukan 5 (lima) provinsi dengan kasus COVID-19 tertinggi yaitu Provinsi Banten, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Masing-masing daerah menyampaikan apa yang sudah dilakukan melalui 10 rencana aksi #BERJARAK, khususnya implementasi rencana aksi kedua, seperti pemenuhan kebutuhan spesifik bagi balita, anak, perempuan lansia, penyandang disabilitas dan perempuan kepala keluarga, serta melakukan peningkatan pemberdayaan perempuan.
Rapat Koordinasi secara virtual ini, juga dilaksanakan untuk menindaklanjuti arahan Menteri Bintang tentang Program SEJIWA yang sudah diinisiasi oleh Kantor Staf Presiden. Kemen PPPA menjadi bagian di dalamnya, khususnya terkait dengan layanan kasus dan pendampingan.
“Layanan kasus dan pendampingan SEJIWA tidak berdiri sendiri melainkan merupakan sinergi antara kebijakan Kantor Staf Presiden dengan kegiatan #BERJARAK yang fokus pada layanan penanganan kasus pandemi COVID-19. Laporan psikologi SEJIWA disampaikan melalui call center 119, ekstension 8 dan 9. Khusus untuk layanan COVID-19 ada di ekstension 8 yaitu edukasi, konsultasi dan pendampingan yang akan dirujuk ke Kemen PPPPA,” ungkap Deputi bidang Perlindungan Anak Nahar yang juga mengikuti Rakor Pokja Daerah tersebut.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Vennetia R. Dannes mengungkapkan, protokol layanan SEJIWA terdiri dari 8 protokol layanan penanganan kasus termasuk mekanisme penanganan korban. Di mana dalam mekanismenya melibatkan kepolisian, pemerintah daerah, serta pihak lainnya yang bersentuhan dengan korban. Layanan SEJIWA juga terintegasi juga dengan berbagai stakeholder seperti HIMPSI.
“Gerakan #BERJARAK merupakan gerakan nasional, keberhasilan gerakan ini adalah keberhasilan kita semua. Untuk itu mari kita terus berinovasi dan pertajam data yang dimiliki. Data adalah penting dan utama, karena tanpa data, upaya kita untuk memenuhi hak perempuan dan anak tidak akan bisa tajam. Saya mengingatkan, ketika daerah menyusun program dengan dana dekon, pastikan data terpilah yang dimiliki valid dan aksi yang akan dilakukan tepat sasaran.” tutup Lenny.