Jakarta (24/4/2020). Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI), meminta Pemerintahan Joko Widodo untuk memprioritaskan anggaran negara untuk memaksimalkan upaya menghadapi pandemi Covid-19. Hal tersebut antara lain dengan menunda rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur.
“Menunda semua proyek infrastruktur, Ibukota baru serta menghentikan masuknya tenaga kerja asal China dan asing”, kata Prof. Dr. Jurnalis Uddin, PAK. Ketua Umum APPERTI, pada Seminar online Serial Covid-19 Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI), APPERTI dan Center for Public Policy Studies (CPPS), Jumat (24/4).
Dalam seminar dipandu Dr Taufan Maulamin,Direktur Pascasarjana Institut STIAMI yang diadakan secara daring tersebut mengambil topik “Menyoal Judicial Review PERPPU 1/2020 tentang COVID-19 dan Implikasi Penerimaan Pajak”.
Rencana pemindahan IKN ke Kalimantan Timur tampaknya masih akan terus berlanjut. Penyusunan rencana induk dan strategi pengembangan IKN atau master plan ibu kota baru itu, kini telah terdaftar dalam Layanan Pengadaan Secara Elektronik milik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LPSE LKPP).
Dalam website tersebut, terlihat tender paket ibu kota baru ini didaftarkan tanggal 24 Maret 2020 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Adapun nilai tender atau Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tertera di sana, mencapai Rp 85 miliar.
Jamin Kebutuhan Pangan Nasional
Prof. Dr. Jurnalis juga meminta pemerintah untuk secara cepat dan terintegrasi menangani penghentian sebaran dan dampak Covid-19 ini. Untuk membantu masyarakat selama masa krisis ini, ketua umum organisasi penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Indonesia ini, mengatakan pemerintah harus menjamin “Pengadaan kebutuhan pokok dan pangan nasional”.
Selain persoalan kemanusiaan, pendiri Yayasan YARSI, Jakarta ini juga menyoroti soal PERPPU No.1/2020 yang ramai diperdebatkan. Para tokoh bangsa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Kedaulatan (KMPK) menggugat Perppu ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 15 April 2020. Oleh karena itu, Prof. Dr. Jurnalis meminta kepada MK, “Berpihaklah pada hati nurani, kebenaran, dan keadilan demi tegaknya supremasi hukum dengan membatalkan PERPPU 1/2020 yang merusak Hukum Tata Negara dan Konstitusi yang cenderung membangun kekuasaan otoriter”.
Narasumber lain, Dr. Ahmad Yani, SH, Dosen Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadyah Jakarta (UMJ), melihat setidaknya ada tujuh pertanyaan yang bisa diajukan kepada PERPPU itu.
“Apakah Perppu Ini mau Melindungi dan Menyelamatkan nyawa rakyat termasuk di dalamnya tenaga medis dari ancaman Covid-19 ? atau Mau melindungi dan menyelamatkan Kebijakan keuangan negara dan Stabilitas Sistem keuangan Pemerintah? Atau mau melindungi dan menyelamatkan pemerintah yang keliru dan tidak profesional dalam tata kelola Kebijakan ekonomi dan keuangan negara?”, kata Ahmady Yani bertanya.
Penggagas gerakan #MasyumiReborn ini menilai PERPPU ini dapat memberikan hak Imunitas dari tuntutan Perdana, Pidana dan Tata Usaha Negara kepada pemerintahan saat ini.
Ia juga bertanya, “Apakah PERPPU Nomor 1 Tahun 2020, telah memenuhi syarat-syarat negara dalam keadaan bahaya sehingga menimbulkan kegentingan memaksa?”.
Bebaskan Utang Pajak Perguruan Tinggi Swasta
Sebagai Ketua Umum APPERTI, Prof. Dr. Jurnalis menilai, kondisi krisis ekonomi saat ini sudah memberatkan PTS di berbagai daerah di Nusantara. Terutama terkait beban pajak dan fasilitas pendukung pembelajaran. Oleh Karena itu, ia menuntut pembebasan semua utang pajak PTS. “Berupa PBB, PPH, PPN dan pembebasan semua beban biaya jaringan internet dan akses telekomunikasi bagi semua pembelajaran dan aktifitas on line di PTS”, kata Prof. Dr. Jurnalis menegaskan.
Selain kedua narasumber di atas, hadir juga, Prof. Dr. Zainal A. Hoesein, Guru Besar Hukum Universitas Muhammadyah Jakarta dan Dr. Machfud Sidik, Dosen Pascasarjana STIAMI, Jakarta, dan Dr. Taufan Maulamin, Direktur Pascasarjana STIAMI sebagai moderator.