Warning: mysqli_query(): (HY000/1114): The table '(temporary)' is full in /home/u6998656/public_html/wp-includes/class-wpdb.php on line 2345

Denpasar (16/1) – Bagi masyarakat awam istilah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang terlintas dalam pemahaman masyarakat TPPO identik dengan prostitusi, padahal cakupan dari TPPO jauh lebih berbahaya dengan beragam modus operasi yang semakin berkembang.
Indonesia menjadi salah satu negara asal perdagangan orang ke luar negeri. Sementara itu, berdasarkan data media monitoring PINDAI (2018) Provinsi Bali menempati peringkat ke 4 tertinggi korban TPPO se-Indonesia. Oleh karena itu, upaya pencegahan TPPO di Bali menjadi dirasa sangat penting untuk dilakukan sedini mungkin.
“TPPO merupakan bentuk modern dari perbudakan dan salah satu perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Selain perempuan, anak-anak juga menjadi kelompok yang rentan terhadap TPPO atau yang dikenal dengan istilah trafficking. Mereka diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan eksploitasi seksual, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain seperti kerja paksa atau praktik perbudakan serupa,” ungkap Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Vennetia R Danes saat membuka Seminar Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bagi Ketua OSIS se-Denpasar Raya dengan tema “Anak Sebagai Agen Perubahan dalam Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)”, di Kota Denpasar, Bali.
Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sementara jika TPPO terjadi pada anak, mereka termasuk pada Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK). Upaya yang harus dilakukan untuk melindungi AMPK yakni melalui pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi. Sesuai dengan Pasal 76 huruf F Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, yang menegaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.
Pemerintah telah dan akan terus melakukan berbagai upaya pencegahan TPPO mulai dari penyusunan peraturan perundang-undangan, pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PP-TPPO) di tingkat pusat dan daerah, menggagas pembentukan community watch. Salah satu langkah konkret yang telah dilakukan yakni sinergi antara Grab Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui komitmen bersama kolaborasi melawan TPPO yang mana penandatanganan kerjasama ini disaksikan oleh perakilan Kemen PPPA. Kerjasama ini diwujudkan dengan inisiatif pencegahan TPPO melalui seminar untuk Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan tujuan mencetak agen-agen perubahan pencegahan TPPO.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan untuk memberantas TPPO sampai ke akarnya dibutuhkan keterlibatan semua pihak. Upaya pencegahan TPPO dapat dilakukan dengan bersinergi melibatkan semua pihak mulai dari pemerintah pusat dan daerah, instansi masyarakat seperti sekolah, swasta, perusahaan, media massa, dan lembaga swadaya masyarakat. Selain itu, yang tidak kalah penting dan perlu dilibatkan ialah perempuan dan anak itu sendiri, anak merupakan kelompok yang unik, dan mempunyai kekuatan sekaligus bisa menjadi pelopor dan pelapor di kalangan mereka dalam upaya pecegahan TPPO,” ujar Nahar.
Sementara itu, Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi menuturkan penyelenggaraan seminar pada hari ini merupakan keberlanjutan dari nota kesepahaman kerjasama antara Grab, KPAI, dan LPSK dalam pencegahan TPPO di Indonesia. “Acara ini sangat penting untuk dilakukan bagi masa depan bangsa Indonesia, jika melihat TPPO merupakan salah satu masalah yang kompleks yang mana dalam penyelesaiannya membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Langkah kerjasama ini juga merupakan bagian dari misi kami kedepan yakni, Grab for Good. Besar harapan agar kedepan kita bisa berkolaborasi lebih baik lagi dan memberikan manfaat yang lebih banyak lagi khususnya bagi perempuan dan anak di Provinsi Bali, umumnya bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tutur Neneng.
“Tentunya kami menyambut baik inisiatif Grab selaku sektor swasta dalam upaya pencegahan, perlindungan, dan penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Inisiatif tersebut sejalan dengan program kami yang salah satunya mendorong pemenuhan hak perempuan dan perlindungan anak. Kerjasama ini diharapkan dapat membantu mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Semoga inisiatif ini dapat dicontoh oleh pelaku usaha lain dan menjadi model kolaborasi bagaimana pemanfaatan teknologi digital dapat membantu Pemerintah dalam memecahkan permasalahan di masyarakat, khususnya mencegah kekerasan,” ujar Vennetia.
Nahar menambahkan besar harapan agar anak-anak yang hadir pada kesempatan ini mampu tampil terdepan sebagai agen perubahan pencegah TPPO, minimal bagi lingkungan sekitarnya terlebih dahulu. Setelah kegiatan seminar ini pula anak-anak dan para hadirin dapat menyebarkan informasi terkait TPPO kepada masyarakat luas, sebab semakin banyak yang sadar akan pentingnya ikut dalam aksi pencegahan TPPO maka semakin mudah bagi kita untuk menurunkan angka TPPO di Indonesia.