Peningkatan publikasi internasional dalam lima tahun terakhir meningkat signifikan. Untuk data tahun 2018, kita sudah peringkat kesatu di atas Malaysia dan Singapura. Namun perlu dilihat lagi komposisinya. Indonesia 40% artikel, 60% prosiding, sedangkan Malaysia kebalikannya 70% artikel, 30% prosiding. Kita harus meningkatkan kualitas publikasi dengan meningkatkan jumlah artikel di jurnal internasional, khususnya jurnal Q1.
Hal itu disampaikan Kepala Sub Direktorat Riset Dasar, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti – Adhi Indra Hermanu saat membuka acara Workshop Peningkatan Kualitas Output Penelitian dengan Tema “How to Write International Quality Publications” di Hotel Ciputra, Semarang, Kamis (24/10) pagi.
“Atas inisiasi Menristekdikti dan Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, kita bekerja sama dengan Newton Fund secara intensif dalam lima tahun terakhir ini. Kita melakukan join research sudah masuk tahun kelima dan untuk Workshop Peningkatan Kualitas Publikasi ini sudah masuk tahun kedua bekerja sama dengan Newton Fund.” Ujar Adhi.
“Workshop ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas publikasi, khususnya artikel di jurnal internasional. Pakar dari universitas di Inggris didatangkan untuk membagi ilmunya dengan dosen-dosen di Indonesia.” Lanjut Adhi.
Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Diponegoro – Yos Johan Utama menyampaikan bahwa produktivitas publikasi Undip tahun 2014 sekitar 100 publikasi, saat ini sekitar 1700 publikasi. Undip memiliki program-program untuk meningkatkan publikasi. Terlihat dari peningkatan anggaran penelitian di Undip.
“Namun, yang jadi pertanyaan, terkait penelitian, sampai saat ini tidak menghasilkan sesuatu yang menghasilkan. Universitas hanya mengeluarkan anggaran, tidak ada refund yang dihasilkan dari hasil riset. Seharusnya riset menghasilkan produk agar perguruan tinggi tidak hanya hidup dari jumlah mahasiswa, tetapi dapat hidup dari hasil penelitian yang menghasilkan produk.” Ujar Johan.
“Jangan terjebak pada peringkat-peringkat, karena mahkota tertinggi penelitian adalah produk yang bermanfaat bagi masyarakat serta bermanfaat juga bagi pendapatan institusi penelitian, termasuk perguruan tinggi.” Lanjutnya.
Narasumber yang memberikan materi merupakan pakar dari Liverpool John Moores University – Amos Akintayo Fatokun dan pakar dari De Montfort University, Leicester, UK – Oluwaseun Oladipupo Kolade. Workshop ini diselenggarakan oleh Kemenristekdikti bekerjasama dengan Undip dan British Council yang dihadiri oleh 66 peserta dari perguruan tinggi di Semarang dan sekitarnya.