Nabire (14/10) – Tahun 2025 mendatang, diperkirakan penduduk usia 60 tahun ke atas atau lansia di Indonesia akan mencapai 36 juta jiwa. Dari data sensus BPS 2015, proporsi jumlah lansia perempuan di Indonesia mencapai 11,4 juta jiwa lebih banyak daripada jumlah lansia laki-laki. Oleh karenanya permasalahan umum lansia banyak dialami kaum perempuan.
“Para lansia perempuan ini adalah kaum marjinal yang rentan menjadi korban kekerasan dan diskriminasi. Fisik mereka memang sudah mengalami kemunduran tetapi lansia punya hak yang sama untuk mendapat perhatian dari keluarga, masyarakat dan negara. Mereka butuh perhatian khusus agar dapat hidup layak dan bahagia di masa tua mereka. Saya tidak akan pernah bosan menyerukan agar jangan terjadi kekerasan pada lansia karena para pelaku akan berhadapan dengan hukum,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise saat Sosialisasi Gerakan Sayang Lansia di kabupaten Nabire, Papua.
Sementara itu Asdep Perlindungan Hak Perempuan dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus, Nyimas Aliah mengakui lansia perempuan banyak mendapatkan perlakuan diskriminatif dan kekerasan. “Sebagian besar lansia menjadi korban penelantaran oleh keluarga dan masyarakat. Kondisi ini disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang lansia itu sendiri. Perempuan lansia selalu dikonotasikan sebagai kelompok rentan yang selalu bergantung pada orang lain dan menjadi beban tanggungan keluarga, masyarakat dan negara. Pada kenyataannya, banyak perempuan lansia yang tetap sehat, produktif dan mandiri di usia tuanya,” ujar Nyimas.
Nyimas menyebutkan hasil Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016 mencatat perempuan usia 50 – 64 tahun banyak mengalami kekerasan ekonomi (17,26%), kekerasan fisik oleh pasangan (11,18%), kekerasan fisik oleh orang lain (4,95%) dan kekerasan seksual mencapai 24,43%. Nyimas juga menambahkan lansia perempuan mengalami kekerasan berlapis anatara lain dipicu oleh menurunnya penghormatan pada orangtua dari keluarganya.
Menteri Yohana berharap agar di Nabire mulai diinisiasi terbangun Rumah Lansia atau rumah perlindungan sebagai tempat singgah para lansia untuk dapat saling berbagi cerita, berolahraga, bermain, pengetahuan kesehatan, bantuan ekonomi hingga tempat pengaduan lansia korban kekerasan. Rumah Lansia merupakan bentuk pengembangan dari model perlindungan lansia responsive gender yang tertuang dalam Permen PPPA No.24 tahun 2010. Model pertama dibentuk di Kabupaten Binjai, Sumatera Utara dan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Selanjutnya model ini berkembang di Kota Pariaman, Sumatera Barat, Kabupaten Kepahyang, Bengkulu dan Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Lebih lanjut Menteri Yohana juga berharap agar pemerintah daerah Nabire juga memiliki program yang fokus memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan lansia. Ada banyak kebutuhan yang diperlukan lansia perempuan diantaranya adalah jaminan kesehatan, jaminan kesejahteraan social dan jaminan perlindungan hukum. Keluarga menjadi komponen penting utama yang harus dilibatkan untuk menjaga dan merawat lansia.