Kemenristekdikti Dorong Klaster Inovasi Nilam Demi Peningkatan Ekonomi Masyarakat

Banda Aceh – Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) Republik Indonesia (Kemenristekdikti) melalui Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi terus mendorong peningkatan komoditas unggulan seperti tananam nilam yang dinilai mampu untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.

Tanaman nilam yang salah satunya banyak ditemui di kawasan Lamno, Aceh Jaya mengandung potensi yang sangat besar dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat.

Olahan tanaman ini mampu menghasilkan minyak yang menjadi komoditas unggulan serta memiliki nilai jual tinggi.

Selain itu, minyak nilam sangat diminati oleh para pelaku usaha mancanegara, terutama dari Swiss, Perancis, hingga Amerika. Jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari penyulingan nilam telah menembus pasar internasional. Minyak ini juga banyak digunakan dalam dunia kesehatan, kecantikan, dan bidang lainnya.

Untuk mendorong peningkatan nilai bisnis tanaman nilam, Kemenristekdikti menggandeng Univesritas Syiah Kuala menggelar agenda forum inovasi dan bisnis klaster Inovasi Nilam Atsiri Research Center (ARC) yang berlangsung di Banda Aceh, 30 September 2019.

Forum ini dihadiri oleh Rektor Universitas Syiah Kuala Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng., Bupati Aceh Jaya Tengku Irfan TB, Kepala ARC Dr. Syaifullah Muhammad, S.T. M.Eng, Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Aceh Zainal Arifin, Direksi PT. Haldin Pasifik Semesta, dan berbagai inventor dan inovator atsiri nilam. Juga dihadiri oleh reviewer/tim monev Klaster Inovasi: Idwan Suhardi, Bahran Andang, Jefri R. Sirait, Nuhansyah Harahap dan Juliadri.

Direktur Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe saat memberikan arahan mengenai arah dan kebijakan Kemenristekdikti yang bertema “Peningkatan Ekonomi Masyarakat Aceh Melalui Impelementasi Inovasi Nilam” mengatakan, upaya membangun kemampuan ekonomi untuk kemandirian dan daya saing bangsa adalah bagian dari komitmen dan cita-cita besar bangsa ini sejajar dengan bangsa lain. Untuk itu, Indonesia perlu menata sistem ekonominya yang berbasis iptek dan inovasi.

“Mainstream kebijakan pemerintah harus berorientasi kepada transformasi struktural dengan memperkuat ekosistem dan platform iptek dan inovasinya agar memperoleh manfaat eknomi yang optimal diantara persaingan antarbangsa,” kata Jumain Appe saat memberikan arahan mengenai arah dan kebijakan Kemenristekdikti yang bertema ‘Peningkatan Ekonomi Masyarakat Aceh Melalui Impelementasi Inovasi Nilam’ Senin (30/09) di Aceh.

Menurut Jumain, kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, industri, masyarakat dan media merupakan kunci keberhasilan Indonesia untuk bersaing dengan dengan negara maju lainnya. Sinergi peran dan fungsi antarstakeholder inovasi tersebut akan menghidupkan pemanfaatan teknologi, peluang pasar tenaga kerja dan pasar baru produk inovasi bagi masyarakat.

“Kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengembangkan, menggunakan, memanfaatkan hasil invensi dan inovasi nasional serta pemberian insentif berupa jaminan kepada badan usaha yang menghasilkan invensi dan inovasi nasional untuk pembelian produk inovasi tertentu dan/atau pencantuman produk inovasi dalam katalog elektronik (marketplace produk inovasi) pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan substansi paling mendasar bagi tumbuhkembangnya inovasi nasional dan daerah,” katanya.

Dalam konteks pengembangan klaster inovasi berbasis Produk Unggulan Daerah (PUD), lanjut Jumain, kolaborasi antaraktor inovasi labih suitable menggunakan model Penta Helix. Model ini dapat mengkaselerasi dan mengintegrasikan fungsi dan peran masing-masing aktor inovasi sehingga tercipta ekosistem inovasi yang kolaboratif dan saling menguntungkan.

“Peran akademisi sebagai penghasil inovasi teknologi, SDM inovatif dan ide-ide kreatif dapat dimanfaatkan dengan baik oleh stakeholders lainnya. Pemerintah sebagai regulator harus mampu merangsang dan mendorong pertumbuhan investasi bisnis dan menciptakan iklim usaha yang kondusif,” tuturnya.

“Eksistensi dunia usaha berperan sebagai pengguna inovasi teknologi dan SDM terampil dalam mengembangkan usahanya sehingga dapat membangun simbiosis mutualisme dengan stakeholder lainnya sesuai dengan etika bisnis. Komunitas sebagai pihak pemakai barang dan jasa atau output ekonomi dapat merasakan manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan serta tumbuhnya kesadaran pentingnya memakai produk dalam negeri,” lanjutnya.

Jumain menambahkan, Klaster Inovasi Berbasis PUD merupakan entitas bisnis kolaboratif yang melibatkan berbagai stakeholder inovasi khususnya pemerintah daerah, perguruan tinggi, badan usaha dan masyarakat.

Model bisnis Klaster Inovasi Nilam Aceh melibatkan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, Swasta dan masyarakat serta membahas model bisnis sains and techno park (STP) nilam.

Kasubdit Kemitraan Strategis dan Wahana Inovasi, Eka Gandara menambahkan bahwa Pendekatan Model Pengembangan Klaster Inovasi tidak sekedar sebagai konsep tetapi juga sebagai platform nasional baik dalam konteks pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan maupun peningkatan daya saing produk inovasi daerah.

Melalui program implementasi klaster inovasi PUD Nilam Aceh, kami ingin mengeksploitasi dan mengangkat kembali kejayaan minyak atsiri nilam Aceh yang sejak dahulu kala dikenal dengan keunikan kandungan pachouli alcoholnya dan menjadi komoditas ekspor ke berbagai negara di Eropa.

“Bagi pelaku ekonomi seperti Industri Kecil dan Menengah (IKM), pendekatan klaster inovasi dapat membantu upaya yang lebih fokus bagi terjalinnya kemitraan yang saling menguntungkan dalam pengembangan jaringan inovasi yang lebih luas,” tambahnya.

“Bagi perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) klaster inovasi dapat meningkatkan pemanfaatan hasil-hasil riset, dan masukan untuk melakukan riset-riset yang bermanfaat sesuai dengan kebutuhan pengguna. Sedangkan, bagi pembuat kebijakan atau pihak berkepentingan lainnya, pendekatan ini memungkinkan potensi skala pengaruh dari kebijakan dan program, dan cakupan dampaknya yang signifikan bagi perekonomian dan daya saing daerah.”

Beberapa keunikan nilam Aceh diantaranya kadar patchouli oil yang bisa di atas 30 persen, jumlah minyak yang dihasilkan dalam sekali penyulingan atau rendemen pada nilam Aceh bisa mencapai tiga persen.

Ada pun luas tanaman nilam di Aceh Jaya sejak tahun 2013 – 2018 telah mencapai 238,5 hektare dengan jumlah produksi sebanyak 37,8 ton minyak nilam per tahun, dengan tingkat produktivitas 166 Kg per hektare.
Menurutnya, potensi tersebut perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut sehingga akan memberikan nilai tambah yang lebih besar, yang pada akhirnya bisa mendorong kesejahteraan petani nilam Aceh.

Selain Arahan Dirjen, forum inovasi juga dirangkai dengan penandatanganan MoU yang dilakukan PT. Haldin Pasifik Semesta Jakarta dengan Universitas Syiah serta Pemkab Aceh Jaya tentang Kemitraan dalam pengembangan industri nilam Aceh sebagai implementasi program klaster Inovasi.

Froum inovasi itu juga diisi dengan acara peresmian Green House Pembibitan Nilam Program Pendanaan Klaster Inovasi serta penyerahan bibit secara simbolis untuk petani dan penanaman bersama di kebun percontohan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *