Bandung – Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu sistem yang komprehensif (full spectrum atau life cycle process) meliputi seluruh siklus proses, sejak awal proses suatu produk sebelum diedarkan (pre-market) hingga selama produk tersebut beredar di tengah masyarakat (post-market). Dalam upaya memberikan jaminan keamanan obat yang akan diedarkan, Badan POM melakukan evaluasi terhadap keamanan, khasiat, dan mutu obat sebelum mendapatkan izin edar. Badan POM juga melakukan pengawasan post-market untuk meyakinkan bahwa produk yang beredar di pasaran memenuhi ketentuan sesuai peraturan yang berlaku.
Proses pengawasan obat komprehensif tersebut sama dengan yang dilakukan oleh negara-negara lain dalam menjamin keamanan obat yang diedarkan. Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menyampaikan bahwa peraturan dan persyaratan terkait keamanan, khasiat, dan mutu harus dipenuhi agar produk obat yang dihasilkan memenuhi syarat untuk diedarkan di dalam negeri maupun untuk keperluan ekspor.
Untuk meningkatkan daya saing Industri Farmasi Indonesia dalam pemenuhan regulasi sehingga menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, dan bermutu, Badan POM melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan pelaksanaan kegiatan Dukungan Badan POM dalam Meningkatkan Daya Saing di Bidang Farmasi dan Ekonomi Nasional melalui sosialisasi, desk konsultasi, dan kegiatan pelatihan atau workshop yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta Bandung, Senin (23/09).
Kegiatan Asistensi Regulatori ini mencakup Regulasi Pre-Market (registrasi Obat dan Cara Produksi Obat yang Baik/CPOB) serta Post-Market (pengawasan obat post-market dan Cara Distribusi Obat yang Baik/CDOB). Kegiatan yang dihadiri oleh setidaknya 500 orang peserta yang terdiri dari Industri Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi/PBF di wilayah Jabodetabek, Serang, dan Jawa Barat ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman pelaku usaha terhadap regulasi dan standar yang berlaku. Hal ini sejalan dengan prioritas Badan POM terhadap pembangunan sumber daya manusia yang unggul bagi Industri Farmasi guna percepatan perizinan registrasi serta sertifikasi CPOB dan CDOB.
Badan POM terus melakukan peningkatan pelayanan publik dan simplifikasi proses perizinan dan pendaftaran. “Badan POM telah melakukan pengurangan timeline untuk self assessment registrasi ulang tanpa variasi dari 10 Hari Kerja (HK) menjadi 8 jam, dan rencana persetujuan iklan obat dari 60 HK menjadi 1 HK (Jalur Hijau) dan 30 HK (Jalur Kuning); aplikasi online untuk CDOB bagi PBF dan Penerbitan Surat Keterangan Ekspor (SKE); serta implementasi 2D Barcode,” jelas Kepala Badan POM. “Hal tersebut merupakan bentuk dukungan Badan POM terhadap Inpres Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat kesehatan, sehingga dapat meningkatkan daya saing di bidang farmasi dan ekonomi nasional,” lanjutnya. Berdasarkan data Badan POM, jumlah produk obat yang mendapat Nomor Izin Edar (NIE) cenderung mengalami peningkatan dari 5.794 pada tahun 2016 menjadi 5.790 dan 6.976 pada tahun 2017 dan 2018.
Dalam melaksanakan pengawasan Obat dan Makanan, Badan POM tidak dapat berjalan sendiri. “Peran sinergi seluruh komponen bangsa mulai dari pemerintah, stakeholder/pelaku usaha hingga masyarakat sangat diperlukan dalam upaya perlindungan masyarakat,” ujar Penny K. Lukito. Tantangan ke depan, diperlukan inovasi dalam memperkuat pengawasan obat dan makanan melalui kerja sama kemitraan. “Untuk itu mari kita bersama-sama mengawal keamanan, khasiat, dan mutu obat dan makanan yang beredar di Indonesia sebagai sumbangsih nyata dalam memastikan kualitas hidup masyarakat Indonesia terjamin,” tutup Kepala Badan POM.