Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mampu konsisten mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas audit laporan keuangan selama lima tahun berturut-turut pada periode 2014-2018. Berkat prestasi tersebut, Kemenperin kembali meraih penghargaan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena dinilai profesional, akuntabel serta transparan dalam pengelolaan keuangan negara.
“Prestasi ini sebagai wujud komitmen yang kuat dari seluruh jajaran di lingkungan Kemenperin dalam membangun akuntabilitas kinerja,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto seusai menerima penghargaan tersebut di Jakarta, Kamis (12/9).
Piagam penghargaan opini WTP itu diserahkan langsung oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati kepada Menperin dalam rangkaian acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2019 di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta.
Tahun lalu, Kemenperin menerima penghargaan serupa, untuk periode 2013-2017. Kemenperin telah mendapatkan 11 kali opini WTP secara berturut-turut dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejak tahun 2008.
Opini WTP merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi dalam laporan keuangan dengan didasarkan pada empat kriteria. Yakni, kesesuaian standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal.
“Capaian ini bisa diraih karena didukung para aparatur yang berkualitas dan sistem manajemen keuangan yang semakin baik serta penjaminan mutu (quality assurance) yang dilakukan pengawas internal,” ungkap Menperin.
Menurut Airlangga, selama ini Kemenperin telah melakukan langkah-langkah serius dan terukur agar mampu mempertahankan predikat opini WTP, salah satunya melalui Key Performance Indicators (KPI) Menperin, dengan menerbitkan Instruksi Menperin tentang Rencana Aksi mempertahankan opini WTP.
“Tentunya penghargaan yang didapat ini akan terus memacu kami dalam membangun akuntabilitas kinerja di seluruh lingkungan Kemenperin agar selalu tertib sesuai peraturan yang berlaku dan bertindak profesional sehingga melaksanakan segala suatunya tepat waktu dan memberikan output yang bermanfaat,” tegasnya.
Opini WTP dari Kemenkeu merupakan pengakuan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Hal ini memperhatikan kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kecukupan pengungkapan informasi laporan keuangan sesuai SAP, kepatuhan pada Peraturan dan Perundang-undangan, serta efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menambahkan, seluruh pegawai Kemenperin dari tingkat pimpinan tertinggi sampai jajaran staf terus didorong melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan pada tahun-tahun mendatang. Selain itu didorong juga untuk segera menindaklanjuti rekomendasi BPK sehingga opini WTP dapat dipertahankan.
“Dalam upaya mempertahankannya, kami akan terus mengikuti atau mempelajari informasi atau aturan baru terutama yang terkait dengan pengelolaan keuangan, sehingga dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” imbuhnya.
Adapun beberapa langkah strategis yang telah dilakukan agar Kemenperin tetap konsisten mempertahankan opini WTP, antara lain melalui perbaikan sistem pelaksanaan dan pelaporan keuangan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) khususnya di bidang keuangan, serta pengimplementasian Satuan Pengawasan Internal (SPI) secara efektif dan efisien.
“Komitmen tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan upaya pemerintah untuk membenahi, menjaga, serta memaksimalkan pengelolaan keuangan negara sebagai bentuk pertanggungjawaban konstitusional dan moral kepada masyarakat,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kemenperin juga menerima BMN Awards 2019 untuk kategori Kualitas Pelaporan BMN pada kelompok ketiga, dengan berhasil menyabet Juara ke-3. Kelompok ketiga adalah kementerian atau lembaga yang memiliki lebih dari 100 satuan kerja.