Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas tentang peningkatan ekspor permebelan, rotan, dan kayu di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 10 September 2019. Dalam pengantarnya, Presiden Jokowi ingin agar jajarannya jeli melihat peluang ekspor produk permebelan.
“Sore hari ini saya ingin lebih mengkonkretkan lagi kebutuhan-kebutuhan yang ada, terutama dalam rangka peningkatan ekspor mebel dan produk-produk kayu dan rotan dari negara kita karena kita melihat ada sebuah peluang besar yang bisa kita manfaatkan dalam (kurun) waktu ke depan,” ujar Presiden.
Berdasarkan informasi yang diterimanya dari Bank Dunia, Presiden Jokowi menyebut bahwa mebel, produk kayu, dan rotan, memiliki kesempatan besar untuk masuk ke pasar-pasar internasional. Hal tersebut terutama disebabkan karena adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok.
“Sekali lagi, ini berangkat dari informasi yang saya terima dan saya kira kesempatan itu sangat besar sekali dari pasar yang dulunya diisi oleh Tiongkok kemudian ditinggalkan karena perang dagang. Inilah yang jadi kesempatan kita,” paparnya.
Oleh sebab itu, Kepala Negara ingin agar jajarannya di kementerian memberikan tindakan-tindakan konkret dan kebijakan-kebijakan yang memberikan dukungan terhadap peningkatan ekspor mebel tersebut.
“Sehingga apa yang diinginkan oleh para pengusaha utamanya di dunia mebel dan rotan nanti betul-betul bisa kita realisasikan,” imbuhnya.
Di awal pengantarnya, Presiden Jokowi menyinggung bahwa rapat terbatas kali ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang digelar beberapa pekan lalu. Dalam sidang kabinet paripurna yang digelar di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, 8 Juli 2019 lalu, Kepala Negara menyebut perang dagang yang masih berlangsung antara Tiongkok dengan AS harus bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor ke AS.
“Kesempatan ekspor kita untuk masuk ke Amerika ini besar sekali dengan pengenaan tarif terhadap barang-barang atau produk dari Tiongkok. Ini kesempatan kita untuk menaikkan kapasitas dari pabrik-pabrik atau industri-industri yang ada,” ujarnya saat itu.(BPMI Setpres)