Warning: mysqli_query(): (HY000/1114): The table '(temporary)' is full in /home/u6998656/public_html/wp-includes/class-wpdb.php on line 2345

Bangkok, 8 September 2019 – Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita meminta India menurunkan tarif bea masuk produk Indonesia ke India, yaitu minyak kelapa sawit yang telah disuling (refined, bleached, and deodorized palm oil/RBDPO). Permintaan tersebut disampaikan Mendag RI kepada Menteri Perdagangan dan Perindustrian India, Piyush Goyal, dalam pertemuan bilateral di Bangkok, Thailand, Minggu (8/9).
Penurunan tarif tersebut merupakan komitmen Indonesia dan India di bawah perjanjian ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) yang disepakati Mendag RI dengan Menteri Perdagangan, Industri dan Penerbangan Sipil India, Suresh Prabhu, pada 22 Februari 2019 di New Delhi, India. Indonesia dan India sepakat melakukan pertukaran penurunan bea masuk untuk produk RBDPO (HS 1511.90.10, HS 1511.90.20, dan HS 1511.90.90) Indonesia dan gula mentah (raw sugar) (HS 1701.13.00 dan HS 1701.14.00) India.
“Sesuai komitmen, Indonesia telah menurunkan tarif gula mentah India dan berlaku efektif sejak 8 Juli 2019. Indonesia juga telah mengumumkan hal tersebut ke semua semua pihak yang terkait dalam AIFTA pada 24 Juli 2019. Namun sayangnya, sampai saat ini India masih belum memenuhi komitmennya menurunkan tarif bea masuk RBDPO Indonesia,” ujar Mendag.
Menurut Mendag, India menyatakan masih mempertimbangkan dan belum memutuskan rencana implementasi komitmen tersebut. Hal ini ditengarai karena produsen minyak nabati India sedang mengalami kerugian serius akibat peningkatan impor RBDPO dari Malaysia secara drastis sepanjang Januari—Juni 2019. Saat ini otoritas India tengah memulai penyidikan tindakan pengamanan perdagangan sehingga kemungkinan penurunan bea masuk RBDPO untuk Indonesia belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat.
“Kondisi ini agak mengecewakan karena penurunan tarif seharusnya segera diimplementasikan dalam 2019 ini. Saat ini sudah masuk September, artinya waktu bagi India memutuskan tidak lama lagi. Untuk itu, diharapkan Pemerintah India dapat mempertimbangkan opsi penurunan bea masuk produk Indonesia lainnya, di samping RBDPO,” lanjut Enggar.
Bagi Indonesia, penurunan tarif RBDPO diyakini dapat meningkatkan daya saing produk RBDPO, terutama agar dapat berkompetisi dengan Malaysia di pasar India. Komitmen penurunan bea masuk yang harus dipenuhi India yaitu memberikan tarif bea masuk RBDPO dalam kerangka AIFTA sama seperti dalam kerangka India-Malaysia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (IM CECA). Tarif yang berlaku untuk IM CECA dan AIFTA pada Januari–Desember 2019 berturut-turut adalah 45 persen dan 50 persen.
Sementara itu, komitmen Indonesia menurunkan tarif bea masuk gula mentah India telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96 Tahun 2019 tentang Perubahan Nilai Tarif Berdasarkan AIFTA. Menurut Mendag, penurunan tarif bagi gula mentah India tersebut memberikan dampak positif yang signifikan bagi India. India kini memiliki peluang berkompetisi yang sama dengan negara-negara ASEAN, Australia, dan Selandia Baru dalam mengakses pasar Indonesia, yakni dengan persentase pangsa pasar 5 persen.
Mengingat India adalah mitra dagang penting bagi Indonesia, Mendag juga mengundang kalangan usaha India untuk berpartisipasi pada Trade Expo Indonesia di bulan Oktober mendatang.
Pada 2018, India merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-4 dan negara sumber impor ke-9 bagi Indonesia. Total Perdagangan Indonesia-India pada 2018 mencapai USD 18,7 miliar, dengan ekspor Indonesia ke India sebesar USD 13,7 miliar dan impor sebesar USD 5,0 miliar. Dengan demikian, Indonesia surplus sebesar USD 8,7 miliar.
Produk ekspor utama Indonesia ke India pada 2018 adalah batu bara USD 5,37 miliar, minyak kelapa sawit dan turunannya USD 3,56 miliar, karet alam USD 429,2 juta, bijih tembaga dan konsentratnya USD 414,9 juta, dan industrial monocarboxylc fatty acids USD 297,4 juta. Sedangkan, produk impor utama Indonesia dari India pada 2018 adalah cyclic hydrocarbons USD 356,7 juta, kendaraan bermotor USD 307,0 juta, daging bovine animals, beku USD 283,6 juta, kacang tanah USD 223,9 juta, serta mobil motor dan kendaraan bermotor lainnya USD 159,8 juta.
Selain itu, India merupakan negara urutan ke-25 sumber investasi Indonesia pada 2018 dengan nilai sebesar USD 82,1 juta yang terdiri dari 405 proyek.
Pertemuan Bilateral dengan Selandia Baru
Pada hari yang sama (8/9), Mendag RI juga melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan dan Pertumbuhan Ekspor Selandia Baru Demian O’Connor. Kedua menteri membahas isu-isu penyelesaian akses pasar perdagangan barang di bawah payung kemitraan ekonomi komprehensif regional (RCEP).
Pada pertemuan tersebut, Indonesia juga meminta tanggapan Selandia Baru atas usulan pembentukan bilateral CEPA. Kerja sama CEPA diharapkan dapat mempercepat penyelesaian perundingan RCEP karena isu-isu yang mengganjal bagi Selandia Baru dalam RCEP dapat diselesaikan dalam bilateral CEPA. Apabila kedua negara sepakat untuk membentuk Bilateral CEPA, Selandia Baru menginginkan akses pasar yang setara dengan yang dikomitmenkan Indonesia kepada Australia dalam Indonesia-Australia CEPA, dan demikian juga sebaliknya.
“Suatu perundingan baru dapat dituntaskan setelah seluruh negara dalam perundingan itu mencapai kesepakatan. Dalam hal ini Selandia Baru sama pentingnya dengan negara-negara mitra RCEP lain yang lebih besar ekonominya. Oleh karena itu Saya meminta dukungan mereka guna menyelesaikan perundingan RCEP,” pungkas Mendag.
Total perdagangan Indonesia dengan Selandia Baru mencapai USD 1,29 miliar pada 2018. Sementara itu, pada periode Januari–Juni 2019, total perdagangan kedua negara mencapai USD 608,2 juta dengan ekspor Indonesia sebesar USD 221,7 juta dan impor sebesar USD 386,4 juta.