Peran Sentral Gereja Melindungi Perempuan dan Anak

Tanimbar (29/08) – Pekerjaan rumah besar untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) tahun 2030 dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan bukan hal mudah. Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat itu sendiri.  Salah satu lembaga yang dapat mendukung penghapusan kekerasan adalah gereja. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Susana Yembise menyebutkan gereja memiliki peran besar mendukung pemerintah melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang rentan menjadi korban.

“Saat ini baru satu sinode yaitu Gereja Masehi Injili Minahasa yang berkomitmen menjadi Gereja Ramah Anak. Saya mendorong gereja lain untuk tergerak menjadikan sinodenya masing-masing bergerak bersama pemerintah mendukung upaya pencegahan kekerasan terhadap anak dan memutus mata rantai kekerasan melalui advokasi kepada para jemaatnya. Pemerintah akan mendampingi menyusun panduan perlindungan anak dan tumbuh kembang anak,” ujar Menteri Yohana saat membuka diskusi pencegahan kekerasan di Gereja Protestan Maluku Ebenhaezer, Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Beberapa perangkat hukum untuk melindungi anak-anak dan juga perempuan diakui Menteri Yohana sudah cukup kuat, seperti UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), UU Perlindungan Anak dan UU No.17 tahun 2016 tentang Suntik Kimia (Kebiri) sehingga tidak ada lagi alasan untuk mendiamkan kasus kekerasan.

“Gereja adalah bagian dari partisipasi masyarakat. Saya titipkan jemaat perempuan dan anak agar terhindar dari segala jenis kekerasan. Jika kita ingin memberdayakan kaum perempuan maka perempuan harus dilindungi terlebih dahulu. Saya juga berpesan kepada kaum lelaki agar menghormati perempuan dengan mengahrgai setiap hak perempuan dan menempatkan dalam satu kesetaraan. Begitu pula terlibat dalam pengasuhan anak sehingga anak mendapatikan gambaran orangtua yang ideal. Pemerintah daerah bisa bersinergi dengan gereja melakukan upaya pencegahan kekerasan melalui berbagai program kegiatan yang dimiliki gereja,” tambah Yohana.

Sementara itu Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar, Agustinus Utuwaly mengakui eksistensi  perempuan baik di ranah domestik maupun ketika bekerja di luar rumah masih kurang dihargai sehingga dirinya mendorong peran laki-laki lebih memberikan ruang bagi perempuan. Dirinya meyakini eksisitensi perempuan di Tanimbar dapat menciptakan keseimbangan di keluarga dan masyarakat dan hal ini dapat dimulai dari organisasi perempuan di gereja. Pemerintah daerah juga mendorong setiap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tanimbar diselesaikan dengan hukum positif dan tidak semata berhenti dengan hukum adat. 

Diskusi publik terkait pencegahan kekerasan di dalam rumah tangga diselenggarakan Gereja Protestan Maluku Ebenhaezer di Tanimbar didasari oleh keprihatinan terhadap jumlah angka korban kekerasan baik perempuan dan anak di Tanimbar yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menjadi bahan pergumulan serius bagi gereja dan setiap  upaya pencegahan dilakukan melalui sosialisasi dan diskusi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *