Kementerian Perindustrian memproyeksikan peluang bisnis industri baterai kendaraan listrik di dalam negeri akan semakin tumbuh dan berkembang. Hal ini seiring implementasi Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
“Apalagi di dalam regulasi tersebut, mendorong pengoptimalan konten lokal, yang sekaligus nantinya untuk meningkatkan daya saing dan memperdalam struktur industri kita,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (29/8).
Menurut Menperin, salah satu hal penting dalam percepatan industri kendraan listrik adalah penyiapan industri pendukungnya sehingga mampu meningkatkan nilai tambah industri di dalam negeri. Misalnya, penyiapan industri Power Control Unit (PCU), motor listrik dan baterai.
“Umumnya, produksi baterai akan sejalan dengan proses perakitannya. Memang butuh beberapa tahap. Saat ini, kita sudah punya industri bahan bakunya, kemudian kita akan siapkan industri battery cell-nya. Jadi, perlu adanya investasi,” paparnya.
Berdasarkan catatan Kemenperin, perkembangan investasi di Indonesia untuk sektor industri yang akan memproduksi baterai kendaraan listrik hanya tinggal satu tahap lagi yang dibutuhkan, yaitu investasi industri battery cell. Tahapan lainnya seperti mine concentrate serta refinery and electrochemical production telah ada investasi masuk di Kawasan Industri Morowali (IMIP) di Sulawesi Tengah.
“Ada pabrikan kendaraan bermotor listrik yang telah siap melakukan battery pack assembly apabila sudah ada investasi di battery cell,” ungkap Airlangga. Seiring upaya pemerintah yang sedang gencar menarik investasi di sektor industri battery cell, saat ini sudah ada beberapa calon investor yang telah melakukan penjajakan dan menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Indonesia.
Menperin juga mengapresiasi atas terjalinnya kerja sama antara Kemenperin dengan New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) – Jepang serta para pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan sinergi dalam proyek percontohan yang dinamakan “The Demonstration Project To Increase Energy Efficiency Through Utilization Of Electric Vehicle And Mobile Battery Sharing”.
“Kolaborasi tersebut merupakan bisnis model yang tentunya diharapkan bisa terus dikembangkan dan dapat mempermudah penyediaan infrastruktur yang diperlukan. Bisnis model ini tentunya tidak hanya akan melibatkan stasiun pengisian, tetapi juga bisa memanfaatkan minimarket yang ada sehingga dapat memudahkan masyarakat melalukan battery swap,” paparnya.
Menperin menambahkan, pemerintah terus mendorong agar pelaku industri manufaktur di Indonesia lebih giat menciptakan inovasi. Hal ini sejalan dengan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan.
“Untuk memacu daya saing industri kita, perlu dibangunnya ekosistem inovasi,” terangnya. Oleh karena itu, melalui regulasi tersebut, pemerintah memberikan fasilitas insentif pemotongan pajak hingga 300% bagi industri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan, serta desain (R&D&D).
“Ini menjadi suatu tantangan bagi pelaku industri baterai kendaraan listrik di Indonesia, agar juga bisa menyesuaikan standar yang ada. Ini memang perlu terus dilakukan kajian atau studi yang lebih dalam lagi ke depannya,” imbuh Airlangga.
Target 2 juta unit
Di sisi lain, pemerintah menargetkan populasi sepeda motor listrik akan mencapai 2 juta unit pada tahun 2025. Jumlah tersebut merupakan 20 persen dari total produksi sepeda motor di Indonesia yang akan menyentuh di angka 10 juta unit.
“Saat ini, pertumbuhan produksinya terus meningkat. Pada tahun 2018 sebesar 7 juta unit. Peningkatan produksi tersebut tidak hanya untuk memenuhi pasar dalam negeri melainkan untuk memenuhi target ekspor 1 juta kendaraan di tahun 2025,” ungkap Airlangga.
Menperin menegaskan, industri sepeda motor merupakan salah satu sektor manufaktur yang strategis dan mendapat prioritas pengembangan. Hal ini karena industri sepeda motor memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Di tengah perlambatan pasar sepeda motor global, industri sepeda motor nasional justru mengalami peningkatan dengan mengalami pertumbuhan sebesar 14% pada semester pertama tahun 2019,” ujarnya. Sementara itu, ekspor sepeda motor dari Indonesia pun tumbuh pesat pada tahun 2018 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 44,3 persen dibandingkan 2017.
“Angka tersebut menunjukkan bahwa industri sepeda motor Indonesia telah mencapai daya saing yang cukup baik untuk pasar lokal maupun global. Kami percaya bahwa produksi dan ekspor sepeda motor akan terus tumbuh pada tahun-tahun mendatang,” imbuhnya.
Menperin menambahkan, dengan diterbitkannya Perpres No. 55/2019, merupakan wujud konkret dari komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga kemandirian energi nasional sekaligus perwujudan komitmen yang telah disampaikan pada UN Climate Conference, COP 21 di Paris, di mana Pemerintah Indonesia diharapkan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (CO2) sebesar 29% pada tahun 2030 tanpa bantuan internasional, dan 41% dengan bantuan internasional.
“Oleh karena itu, kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas terlaksananya berbagai pilot project atau studi bersama yang dapat memberikan perspektif tentang kendaaran listrik membuat hidup lebih mudah dan tentunya juga lebih efisien. Dan, yang terpenting adalah dalam implementasinya, biayanya bisa menjadi terjangkau bagi masyarakat,” paparnya.
Langkah tersebut juga sejalan dengan implementasi program prioritas Making Indonesia 4.0. “Jadi, langkah strategis sudah disiapkan secara bertahap, sehingga kita bisa melompat untuk menuju produksi mobil atau sepeda motor listrik yang berdaya saing di pasar domestik maupun ekspor,” tuturnya.