Singaraja, Bali (5/8) Orang tua memainkan peran penting dalam menanamkan literasi bahasa asing dan ilmu lainnya bagi anak – anak. Tidak bisa kita pungkiri, salah satu kompetensi untuk menjangkau era globalisasi adalah Bahasa Inggris. Namun, sebagai bahasa asing, literasi Bahasa Inggris memerlukan pendekatan khusus yang melibatkan orang tua untuk membantu, memotivasi, dan memfasilitasi anak-anak untuk mengoptimalkan keterampilan literasi Bahasa Inggris mereka.
“Sebagai bahasa asing, literasi Bahasa Inggris memerlukan keterlibatan orang tua dalam proses pengenalan dan pengembangan kepada anak – anaknya. Ada 4 alasan mengapa keterlibatan orang tua sangat penting bagi pembelajaran Bahasa Inggris. Pertama, keputusan untuk memasukkan bahasa asing ke dalam kurikulum sekolah berasal dari kebutuhan nyata orang tua dan masyarakat. Kedua, anak adalah pelajar pemula sehingga keterlibatan orang tua dalam pembelajaran di rumah sangat penting. Ketiga, Bahasa Inggris adalah mata pelajaran tambahan sehingga dalam proses belajarnya harus menarik dan bermakna. Keempat, belajar Bahasa Inggris harus didukung dengan sumber belajar yang tepat, salah satunya adalah orang tua,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise pada The 2nd Global Conference on Teaching Assesment and Learning in Education di Universitas Pendidikan Ganesha, Bali.
Di era globalisasi ini, kompetensi global yang meliputi melek teknologi informasi, matematika, sains, dan bahasa internasional semakin dibutuhkan. Berdasarkan hasil Program for International Student Assessment (PISA) 2015, dari 72 negara, Indonesia berada di peringkat 64 di bidang Matematika, 65 di bidang Sains, dan 66 pada membaca (OECD, 2016). PISA utamanya menguji keterampilan melek huruf generasi muda di seluruh dunia untuk melihat seberapa siap mereka menghadapi situasi kehidupan di masa depan.
Pada sesi dialog, salah satu peserta dari Universitas Pendidikan Ganesha, Wira merasa bahwa selain literasi bahasa asing, anak – anak juga perlu diberi pemahaman terkait literasi teknologi atau sosial media. Apalagi bagi para orang tua yang jauh dari jangkauan anak – anaknya dan kerap kali berpikiran negatif ketika anak – anaknya menggunakan media sosial.
Menteri Yohana juga sepakat bahwa
orang tua harus terus mendampingi anak – anaknya ketika menggunakan teknologi, terutama media sosial. Literasi online merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian bagi Kemen PPPA. Kemen PPPA telah bekerjasama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika melalui program Internet Aman untuk Anak demi mencegah anak – anak dari bahaya internet. Salah satu alasan mengapa anak – anak terancam bahaya internet adalah mereka diberi kebebasan yang berlebih oleh orang tuanya dalam menggunakan teknologi. Oleh karenanya, mereka juga harus diberikan pemahaman terkait literasi teknologi dan media sosial.
“Pengembangan kompetensi global, utamanya terkait literasi bahasa asing membutuhkan keterlibatan orang tua, terutama pada tahap awal pembelajaran. Keterlibatan orang tua berkaitan dengan peran mereka dalam membesarkan dan mendidik anak-anak di rumah pada tahap pembelajaran awal, mengajarkan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dengan sopan santun, dan membantu anak-anak di rumah untuk mengerjakan pekerjaan sekolah. Latar belakang pendidikan ibu juga berdampak pada kuantitas dan kualitas keterlibatan orang tua dalam mendidik anak,” tutup Menteri Yohana.
Kemen PPPA juga telah mengambil peran untuk meningkatkan pendidikan orang tua dalam mengasuh dan meningkatkan keterlibatan mereka dengan anak – anaknya. Pertama, mendirikan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang membantu meningkatkan kualitas kehidupan keluarga. PUSPAGA telah didirikan di 9 provinsi dan 106 kota. Kedua, membangun model peran keluarga dan model pengasuhan hak anak. Model tersebut mendorong peran ibu menjadi pendidik dan pengasuh dengan prinsip mengasuh, merawat, dan melindungi anak-anak sehingga memiliki pertumbuhan yang sehat secara fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial.