Produsen AC Tambah Produksi, Menperin Minta Ekspor 10 Juta Unit Diakselerasi

Industri elektronika di dalam negeri semakin menggeliat seiring peningkatan investasi dan ekspansi yang terealisasi belakangan ini. Salah satunya diwujudkan melalui penambahan kapasitas produksi oleh PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PT PMI).

“Untuk itu, kami mengapresiasi PT PMI atas komitmen dan kontribusi positifnya terhadap kinerja industri elektronika di Tanah Air dengan terus menambah kategori produk baru dan peningkatan kapasitas produksi,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara Produksi Perdana AC 2.0 PK dan 2.5 PK serta Peringatan Pencapaian Produksi AC ke-5 Juta Set PT PMI di Jakarta, Selasa (30/7).

Pada kesempatan tersebut, Menperin didampingi Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto serta Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto. Selain itu, dihadiri Presiden Komisaris PT PMI Rachmat Gobel, Presiden Direktur PT PMI Tomonobu Otsu, serta Direktur Unit Bisnis AC Panasonic Jepang Yoshiaki Sawada.

Menurut Menperin, penambahan kapasitas produksi AC Panasonic, selain dapat memenuhi permintaan konsumen domestik, juga diharapkan mampu mengisi pasar ekspor. “Tadi disampaikan kalau target berikutnya adalah ekspor 10 juta unit dalam waktu 20 tahun. Tetapi menurut saya, 20 tahun itu terlalu kelamaan. Kami minta dipercepat menjadi 10 tahun,” ujarnya.

Sasaran tersebut bakal mudah tercapai karena didukung dengan perkembangan teknologi terkini dan kompetensi sumber daya manusia industri di Indonesia yang semakin meningkat. “Industri elektronika mempunyai daya ungkit untuk memacu ekspor kita. Apalagi sekarang, industri home appliances di Indonesia semakin kuat, dan tinggal diperdalam lagi struktur manufakturnya,” tutur Airlangga.

Menperin mengemukakan, geliat investasi yang terjadi menunjukkan optimisme dari pelaku industri yang melihat Indonesia adalah basis produksi dan pasar yang sangat strategis. Ini tidak terlepas dari upaya pemerintah yang terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui pemberian kemudahan izin usaha serta fasilitasi insentif fiskal dan nonfiskal.

“Melalui penambahan kapasitas produksi ini, kami mendorong PT PMI terus memberikan kontribusi bisnis yang signifikan untuk kawasan ASEAN,” ungkapnya. Perluasan lini produksi AC di Indonesia ini untuk memenuhi kebutuhan produk AC 2.0 PK dan 2.5 PK yang semula diproduksi di Malaysia.

Di samping itu, investasi tersebut merupakan upaya nyata dari kelompok Panasonic GOBEL untuk terus meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), yang saat ini telah mencapai sekitar 40% untuk produk AC. Selanjutnya juga mengurangi impor produk jadi AC, yang diperkirakan dapat menekan nilai impor produk serupa hingga Rp300 miliar per tahun.

“Kami pun mengapresiasi terhadap optimalisasi penggunaan komponen lokal bagi setiap lini produksi Panasonic, sehingga tingkat kandungan dalam negeri produknya diharapkan dapat di atas 40% dan dapat memberdayakan produsen komponen lokal,” paparnya.

Direktur Unit Bisnis AC Panasonic Jepang, Yoshiaki Sawada menyampaikan, faktor utama keberhasilan PT PMI yang telah mencapai produksi AC ke-5 juta set karena kemampuannya dalam terus menjaga dan meningkatkan kualitas AC Panasonic sehingga mendapatkan penghargaan tinggi dari konsumen.

Unit bisnis AC PT PMI yang berdiri sejak 45 tahun lalu (1974), saat ini merupakan satu-satunya pabrik AC di Indonesia dengan kemampuan memproduksi secara penuh (full manufacture) dari bahan baku hingga produk jadi. Saat ini telah tersedia produk-produk AC Panasonic ramah lingkungan berbasis refrigerant R32, dan dilengkapi teknologi “nanoeX” dan “nanoe-G” yang sangat baik untuk kesehatan.

Selain produk AC, PT PMI juga memproduksi lemari es, mesin cuci, audio, kipas angin, pompa air, serta mold & die yang secara total menyerap tenaga kerja sebanyak 1.920 orang. Ekspansi pabrik AC ini merupakan rangkaian 60 tahun kerja sama Panasonic Gobel yang akan masuk di tahun 2020.

Menciptakan inovasi

Menperin menyatakan, pihaknya ingin industri elektronika dapat memanfaatkan teknologi terkini untuk terus menciptakan inovasi. Langkah ini bakal mampu meningkatkan daya saing produk nasional di kancah global, yang sejalan dengan implementasi program prioritas Making Indonesia 4.0.

“Kami ingin industri elektronika dalam negeri dapat terus meningkat dengan menjawab pergeseran pola permintaan konsumen yang semakin kompleks,” tandasnya. Di samping itu, industri elektronika sedang didorong menjadi sektor pendongkrak nilai ekspor dan penghasil produk substitusi impor.

Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri elektronika merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang akan menjadi sektor andalan dalam penerapan industri 4.0. Maka itu, strategi pengembangan yang diakselerasi untuk meningkatkan daya saing industrinya, antara lain mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku atau komponen impor.

“Pengembangan bisnis industri elektronika di Indonesia masih prospektif karena kita punya pasar yang sangat besar. Ini menjadi insentif yang tidak dimiliki oleh negara lain. Kita juga punya tenaga kerja yang kompetitif,” paparnya.

Oleh karena itu, adanya potensi tersebut membuat para produsen skala global merelokasi pabriknya ke Indonesia. “Kita melihat belakangan ini mulai banyak perpindahan pabrik dari Malaysia, Thailand, China, Taiwan dan Vietnam. Ini juga tidak terlepas dari dampak perang dagang Amerika Serikat dengan China,” ungkapnya.

Guna memberikan ruang bagi peningkatan investasi dan perluasan industri serta peningkatan ekspor dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia, pemerintah baru-baru ini telah mengeluarkan kebijakan insentif pajak terbaru berupa mini tax holiday dan super deduction tax.

Bagi industri yang mendukung program vokasi dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran.

Sementara itu, bagi industri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.

“Pemerintah sedang mendorong industri kita ke depannya berbasis inovasi. Jadi, tidak hanya menarik sektor manufaktur saja, tetapi juga inovasinya,” tegas Airlangga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *