Warning: mysqli_query(): (HY000/1114): The table '(temporary)' is full in /home/u6998656/public_html/wp-includes/class-wpdb.php on line 2345
DEMAK (29/7) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong pengelolaan rajungan berkelanjutan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Salah satu langkah yang dilakukan dengan pemilihan alat penangkapan ikan (API) ramah lingkungan berjenis bubu. Selain ramah lingkungan, penggunaan API bubu juga menjadikan rajungan lebih terjaga kualitasnya sehingga harga jualnya menjadi lebih tinggi.
Rajungan dengan API bubu dapat dijual seharga Rp75.000 – 90.000/kg daripada menggunakan API arad (jenis alat tangkap tidak ramah lingkungan) yang dijual dengan harga yang lebih rendah.
“Gunakan API ramah lingkungan supaya rajungan ini terus ada hingga anak cucu kita. Harga jualnya pun bisa lebih tinggi,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti usai mengikuti kegiatan Sedekah Bumi dan Laut dan penebaran benih kepiting sebanyak 100.000 ekor, rajungan 300.000 ekor, dan udang windu 100.000 ekor di perairan pantai Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Senin (29/7).
“Apabila kita menangkap ikan dengan menggunakan alat yang merusak lingkungan, itu sama saja kita mengkufuri nikmat Allah,” tegasnya.
Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti cantrang membuat usaha penangkapan ikan semakin susah. Beberapa modifikasi alat tangkap cantrang seperti arad juga merusak lingkungan. “Saya menghimbau agar Bapak Bupati dan Kepala Desa mengganti jika ada yang masih menggunakan alat tangkap arad dengan alat tangkap ramah lingkungan seperti bubu,” ujar Menteri Susi.
Selanjutnya, Menteri Susi menjelaskan bahwa rajungan telah menjadi komoditas unggulan dan penghidupan utama masyarakat Desa Betahwalang. Sekitar 670 unit kapal perikanan yang melakukan penangkapan rajungan ada di desa ini. Desa Betahwalang bahkan telah ditetapkan sebagai kampung rajungan.
Untuk itu, dalam menjaga kelestarian sumber daya rajungan yang telah menjadi penghidupan masyarakat, Menteri Susi juga berpesan agar rajungan betina yang sedang bertelur tidak ditangkap atau segera dilepaskan kembali ke laut saat tertangkap.
“Ibu memberikan gambaran, 1 (satu) ekor rajungan bisa menghasilkan lebih 1,3 juta telur. Apabila rajungan yang bertelur ini dibiarkan menetaskan telurnya, dengan asumsi 50%-nya mati saat menetas, kemudian 50%-nya lagi mati saat proses pembesaran, kemudian 50% mati lagi karena faktor alam, 50%-nya mati lagi karena hal-hal lain, atau anggap saja dari 1,3 juta telur tadi yang selamat menjadi rajungan 10 ribu saja, kemudian ditangkap setelah menunggu 4-6 bulan, maka dengan berat per ekor 2 ons, kita bisa menghasilkan 2.000 kg. Kalikan saja dengan harga Rp60ribu misalnya, maka hasilnya sudah seratus juta lebih,” terang Menteri Susi.
“Ini baru dari 1 ekor rajungan betina, bagaimana dengan rajungan-rajungan betina yang sedang bertelur yang kita tangkap selama ini. Tidak terbayang besarnya kerugian yang kita dapati selama ini. Oleh karena itu, ibu meminta dengan sangat agar masyarakat tidak lagi membuang-buang nikmat Allah ini. Jangan mengkufuri nikmat,” tambahnya.
Berdasarkan data statistik, kontribusi rajungan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 712 yang meliputi perairan Laut Jawa sekitar 46,6%. “Hal ini menunjukkan bahwa WPP 712 merupakan penghasil rajungan terbesar di Indonesia. Data (jumlah) rajungan (terbesar) di Provinsi Jawa Tengah terdapat di Kabupaten Pemalang, Demak, Pati dan Rembang,” jelas Menteri Susi.
Rajungan merupakan komoditas penting dengan nilai ekspor hasil perikanan terbesar ketiga di Indonesia dengan tujuan ekspor utama adalah Amerika. “Nilai ekspor rajungan Provinsi Jawa Tengah mencapai Rp1,36 triliun di tahun 2018,” ungkapnya.
Menteri Susi menjelaskan, semakin tingginya permintaan rajungan memungkinkan terjadinya penurunan stok rajungan di alam. Untuk itu, ia mendorong masyarakat setempat untuk melakukan pengelolaan perikanan rajungan yang berkelanjutan agar sumber daya ini tetap lestari.
“Jangan buang sampah di sungai atau laut. Lalu, stop pendangkalan di muara sungai. Jangan habisi bakau karena nanti sedimentasinya naik lagi. Selain itu, saya berharap juga ke depannya nanti diatur supaya 100 meter dari pesisir yang adalah daerah larva rajungan ini tidak boleh ada penangkapan. Supaya apa? Supaya mereka besar, beranak, bertelur dulu,” ucap Menteri Susi.
Persoalan sampah telah menjadi persoalan bersama umat manusia yang harus diselesaikan secara bersama-sama. Untuk itu, Menteri Susi kembali berpesan agar masyarakat untuk berhenti membuang sampah di laut. “Ibu tidak menginginkan Bapak-bapak nelayan pergi melaut pulang membawa tangkapan sampah plastik, karena ikannya sudah tidak ada, yang ada hanya plastik,” ujarnya.
Ia menambahkan, hutan bakau/mangrove juga harus dijaga kelestariannya, kerena mangrove adalah tempat memijah bagi udang, ikan, rajungan, kepiting, dan lain-lain. “Kalau mangrovenya hilang, tidak ada lagi tempat buat ikan untuk bertelur. Untuk itu, pengembangan tambak juga harus terkontrol dan terukur agar tidak menghabisi hutan bakau. Selain itu, ibu juga menghimbau agar petambak tidak menggunakan zat-zat berbahaya seperti tiodan dan saponin yang menjadi ancaman bagi ikan-ikan kecil, dan rajungan yang ada di sekitar perairan tambak. Kalau rajungannya mati karena tambak, nanti nelayan di desa Betahwalang akan usaha apa?” tegas Menteri Susi.
Menteri Susi juga mengajak agar ibu-ibu nelayan untuk tidak menggunakan kantong kresek lagi. Kita semua harus menjadi bagian dari solusi, bukan masalah. “Ibu mengajak ibu-ibu nelayan untuk menggunakan kantong/tas yang bisa dipakai berkali-kali. Bukan yang sekali pakai terus buang seperti kantong kresek,” ujarnya.
Selain itu, Menteri Susi juga menghimbau agar masyarakat mulai menggunakan barang daur ulang untuk keperluan sehari-hari. Dengan menggunakan barang daur ulang, merupakan bagian dari cinta kita kepada lingkungan.
Menurut Susi, jika berbagai hal itu dilakukan maka nilai ekspor rajungan dari Jawa Tengah pun akan terus mengalami peningkatan. “Jadi harus disiplin, komitmen, dan konsisten untuk menjaga rajungan ini tetap banyak. Ini 4-5 tahun ini sudah bagus. Kalau mau disiplin, akan lebih bagus lagi,” tegas Menteri Susi di hadapan ratusan nelayan yang hadir memadati pelataran SDN Betahwalang.
Dorong Pembangunan TPI
Lebih lanjut Menteri Susi menyatakan, semakin besarnya produksi rajungan dari Desa Betahwalang sudah semestinya diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Meskipun begitu, hal ini belum optimal pengaruhnya mengingat harga rajungan masih dikuasai oleh para pengepul.
“Saya tadi sarankan untuk segera bikin tempat pelelangan (TPI). Supaya apa? Supaya harganya dilelang. Tidak ada main-main harga, tengkulak juga tidak bisa jalan sehingga harga ke masyarakat mungkin tidak Rp60.000-Rp70.000/kg lagi tapi Rp100.000/kg kan?” ucapnya.
Menteri Susi pun mendorong masyarakat dan pemerintah daerah setempat untuk mencari lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai TPI. Selanjutnya, KKP akan membantu untuk memfasilitasi pembangunan TPI, penyediaan air bersih, es, dan keperluan lainnya. “Saya pikir ini hal yang sangat bagus. Saya berharap, kabupaten lain pun melakukan hal yang sama,” katanya.
Tak lupa Menteri Susi juga menyampaikan terima kasihnya kepada masyarakat Desa Betahwalang. “Ibu menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya sudah diundang dalam acara Sedekah Bumi dan Laut dan disambut oleh masyarakat desa Betahwalang dengan begitu meriah dan antusias. Acara ini merupakan salah satu wujud mensyukuri nikmat Allah SWT,” ujarnya.
Bantuan KKP
Pada tahun 2018, KKP melalui Ditjen Perikanan Tangkap (DJPT) telah memberikan bantuan API bubu sebanyak 1.800 unit, ditambah lagi dengan tahun 2019 ini sebanyak 1.000 bubu. Bubu yang diberikan merupakan buatan pengrajin dari Desa Betahwalang. Artinya, bantuan bubu ini berasal dari masyarakat Betahwalang dan untuk masyarakat Betahwalang.
Peran pemerintah pusat dan daerah beserta stakeholders sangat nyata dalam pengelolaan rajungan di Desa Betahwalang. Mulai dari ditetapkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan hingga Peraturan Desa tentang pengelolaan rajungan berkelanjutan. Selain itu, telah dilakukan juga pendataan menggunakan vessel tracking system dan pengelolaan rajungan yang terintegrasi (ISLME)/FAO di WPPNRI 712 dengan pilot project di Demak.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, M. Zulficar Mochtar yang turut hadir dalam kunjungan kerja ini mengungapkan, KKP melakukan beragam kegiatan dan menyerahkan sejumlah bantuan.
Sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan, dilaksanakan kegiatan diversifikasi usaha bagi nelayan berupa pembuatan bubu rajungan, makanan olahan dari rajungan, dan penanganan sampah plastik (ecobrik).
“Selain itu juga pengurusan dokumen kapal, melalui Gerai Terpadu Pelayanan Status Hukum Kapal Perikanan dan Kepelautan yang terdiri dari Pas Kecil, Surat Ukur Sementara, Buku Kapal Perikanan, Bukti Pencatatan Kapal Perikanan, serta Pendaftaran Asuransi Ketenagakerjaan,” tuturnya.
Dilakukan pula expo pendanaan oleh perbankan, gerai asuransi nelayan oleh Jasindo, sosialisasie-logbook penangkapan ikan, sosialisasi gerakan makan ikan yang melibatkan pelajar SD Betahwalang, klinik mutu ikan dan penyerahan sejumlah bantuan secara simbolis.
“KKP sangat mengutamakan ketepatan maksud maupun sasaran penerima dari program bantuan. Dalam hal ini bantuan diperuntukkan terutama bagi nelayan kecil. Tentu saja untuk meningkatan produktivitas dan kesejahteraan nelayan harus didukung dan disukseskan oleh semua pihak,” tandas Zulficar.