PULO DUA (26/7) – Usai meresmikan Pembukaan Festival Pulo Dua 2019 di Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah pada Kamis (25/7) malam, esok harinya, Jumat (26/7), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meninjau langsung lokasi Festival Pulo Dua di Pulo Dua, Kecamatan Balantak, Kabupaten Banggai dengan menggunakan kapal. Dalam kesempatan tersebut ia didampingi Bupati Banggai Herwin Yatim, Wakil Bupati Banggai Mustar Labolo, dan Direktur Polair Polda Sulteng AKBP Indra Rathana.
Kedatangan Menteri Susi di Pulo Dua disambut antusias oleh masyarakat setempat. Masyarakat umum, anak-anak pramuka, Palang Merah Indonesia (PMI) Banggai, hingga nelayan sekitar menyajikan atraksi dan penyambutan. Salah satu yang cukup unik yaitu lomba cepat mengupas kulit kelapa oleh Bapak-bapak warga Pulo Dua. Seakan tak mau ketinggalan, di akhir pertunjukan, Menteri Susi turut unjuk kemahiran mengupas kulit kelapa.
Mengawali sambutan, Menteri Susi mengucapkan selamat atas penyelenggaraan Festival Pulo Dua yang ketiga ini. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi berpesan untuk menjaga hak atas tanah di Pulo Dua.
“Jaga tanah-tanah di Pulo Dua ini menjadi milik orang-orang Pulo Dua. Jangan sampai terjual ke asing karena Pulo Dua ini juga pulau terluar yang penting untuk pertahanan negara kita,” tuturnya.
“Kita ini beruntung punya 17.504 pulau. Sebagai sebuah negara kepulauan punya panjang pantai 97.000 km. Dan dengan perjuangan Ir. H. Juanda, laut kita menjadi 200 nm dari bibir pantai. Leluhur, pendahulu kita sudah mewariskan apa yang kita punyai sekarang ini. Panjang pantai, luas EEZ (Exclusive Economy Zone), pulau-pulau yang begitu banyak dalam sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nah, pemerintah pusat dan daerah bersinergi, bekerja sama membangun dan menjaga,” tambahnya.
Tak hanya menjaga dari asing, Menteri Susi juga meminta masyarakat menjaga Pulo Dua ini dengan tidak menangkap atau mengambil sumber daya ikan dengan cara-cara yang tidak benar. Menjaga Pulo Dua, tidak hanya dengan menjaga laut, melainkan juga menjaga hutan atau pohon di sekitarnya.
“Laut, hutan, semua harus dijaga. Supaya hutannya tetap hijau. Menyimpan, menampung, dan menghisap kondensasi air laut dan menyimpan air tawar untuk Bapak-bapak di pulau ini. Kalau di pulau ini hijaunya hilang, maka air tawar pun akan hilang. Orang Pulo Dua bisa minum air laut tidak? Kalau tidak, setiap batang pohon itu harus dijaga.”
Menurut Menteri Susi, birunya laut tak akan berguna jika tidak ada ikan dan terumbu karang yang hidup di dalamnya. Wisatawan akan enggan berkunjung. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk meninggalkan cara-cara penangkapan ikan yang merusak.
Menteri Susi berpendapat, pencuri asing sudah jauh berkurang berkat kebijakan penangkapan dan penenggelaman kapal. Tetapi, ia menyayangkan, di lingkungan masyarakat sendiri masih banyak nelayan yang mencari nafkah menangkap ikan hidup dengan cara-cara merusak dengan menggunakan portas, bius, dan dinamit. Ia menyamakan tindakan ini sebagai merampok hak generasi yang akan datang.
“Jika ada nelayan-nelayan penangkap ikan sunu dan napoleon, pastikan mereka dapat dengan cara memancing. Bukan tidak boleh nangkap ikan sunu dan napoleon, tapi jangan bohong-bohong. (Mengaku) bawa pancing tapi ternyata bawa portas,” Menteri Susi menekankan.
Menteri Susi mengaku mengetahui modus yang sering dilakukan nelayan, memasukkan portas ke lubang-lubang, ketika ikannya mulai terkena efek bius dan muncul ke permukaan, mereka dapat menangkap dengan mudah. Meskipun tak terlihat jelas seperti ketika memakai bom, Menteri Susi menilai keduanya sama bahayanya.
“Kalau pakai bom masih kelihatan ada letusan dinamit. Tapi yang pakai portas itu silent killer. Dan mereka bisa saja tetangga kita sendiri.”
Jika menemukan nelayan tidak bertanggung jawab seperti ini, Menteri Susi meminta masyarakat melapor kepada Polair, Danlanal, maupun Pangkalan PSDKP.
“Laut adalah milik kita bangsa Indonesia bukan bangsa luar. Tapi bukan milik orang-orang rakus yang merusak lingkungan kita. Kalau perlu tidak usah tertarik dalam bisnis ikan hidup di sini. Ikan hias juga jangan diambil dengan portas apalagi terumbu karangnya, tidak boleh. Ibu tangkap kalau ada yang ngambil terumbu karang,” tegas Menteri Susi.
“Ikan-ikan yang tidak boleh diambil jangan diambil. Lobster yang bertelur kembalikan. Itu satu lobster yang bertelur itu jutaan ekor. Bapak ambil satu ekor itu sama saja menghilangkan seratus ton-an lobster yang akan datang. Untuk siapa? Ya Bapak dan anak-anak Bapak. Tolong dijaga,” imbuhnya.
Terakhir, Menteri Susi berpesan, pantai itu indah jika tidak ada sampah, terutama sampah plastik. Hal ini harus Menjadi perhatian Pulo Dua sebagai kawasan wisata.
“Bapak dan Ibu mau jualan pariwisata supaya orang datang. Tamu datang menyewa rumah-rumah bapak dan ibu, membeli makanan bapak dan ibu, membeli ikan-ikan yang bapak hasilkan dari laut, membayar untuk melihat keindahan isi laut Pulo Dua. Tapi kalau itu semua habis, tidak ada orang datang. Terlebih lagi jika pantainya kotor. Nanti kita jalan. Itu sudah ada botol-botol kemasan di depan. Pinasa (Pia Na Sampah, Ala/Lihat Sampah, Ambil), pinasa, ayo,” pungkasnya.
Usai menyapa warga, tak ingin melewatkan keindahan lautnya, Menteri Susi menuju destinasi Pulo Dua yang dapat ditempuh sekitar 10 menit dari pulau utama, lokasi Festival Pulo Dua. Di sana ia bermain paddle dan snorkeling menikmati indahnya hamparan laut luas dan ekosistem bawah lautnya.