Jakarta, 10 Juni 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dua tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada BPPN.
Setelah melakukan proses Penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur di Pasal 44 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, maka KPK membuka Penyidikan baru dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Tumenggung selaku Kepala BPPN. Dalam proses penyidikan ini, KPK menetapkan SJN (Pemegang saham pengendali BDNI) dan ITN (swasta) sebagai tersangka.
SJN dan ITN diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Pasalnya, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.
Atas perbuatan tersebut, SJN dan ITN disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya KPK telah memproses satu orang, yaitu: Syafruddin Arsyad Tumenggung, Ketua BPPN hingga putusan di tingkat banding di PT. DKI Jakarta yang menyatakan terdakwa bersalah melakukan korupsi dan menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 Miliar.
Dalam putusan tingkat Banding ini, Majelis Hakim meningkatkan lama hukuman terhadap terdakwa dengan pertimbangan yang pada pokoknya menyebutkan tindakan terdakwa selaku Kepala BPPN telah melukai secara psikologis masyarakat dan bangsa Indonesia yang baru saja mengalami trauma akibat krisis moneter yang menimpa bangsa Indonesia pada Tahun 1998, dan kerugian keuangan negara yang diakibatkan sangat besar di tengah situasi ekonomi yang sulit.