Indonesia sebagai salah satu negara mega biodiversity di dunia dikaruniai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Salah satunya adalah keberadaan satwa liar. Keragaman satwa liar ini sudah selayaknya menjadi hal yang perlu dilestarikan. Namun di sisi lain, hal ini menjadi tantangan tersendiri mengingat adanya potensi penyebaran penyakit oleh satwa liar atau dikenal dengan zoonosis. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai tantangan serta potensi keanekeragaman hayati Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengadakan Media Briefing “Peran LIPI dalam Perlindungan Keanekaragaman Hayati Indonesia” pada Selasa, 21 Mei 2019 di Jakarta.
Jakarta, 21 Mei 2019. Media Briefing “Peran LIPI dalam Perlindungan Keanekaragaman Hayati Indonesia” merupakan bagian dari peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia yang diperingati setiap tanggal 22 Mei. “Tahun ini tema yang diangkat adalah “Our Biodiversity, Our Food, Our Health” untuk meningkatkan pemahaman keanekaragaman hayati sebagai fondasi bagi makanan dan kesehatan manusia,” jelas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Sudarmonowati. Menurut Enny, perlu upaya untuk terus memberikan informasi kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia pada masyarakat, mulai dari kekayaan fauna sampai mikroorganisme.
Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cahyo Rahmadi menjelaskan, fauna liar yang secara alami dapat menyeberang lintas negara maupun dibawa dan dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu perlu menjadi fokus penelitian. Terlebih dengan ditemukannya kasus cacar monyet atau monkeypox.”Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada kulit atau mukosa dari binatang yang tertular virus. Penularan dari manusia ke manusia sangat jarang,” jelasnya.
Cahyo menjelaskan, kegiatan memasukkan jenis-jenis satwa dari luar Indonesia untuk kepentingan apapun, harus selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian. “Dalam lima tahun ke depan LIPI bekerjasama dengan kementerian terkait akan melakukan karakterisasi mikroba zoonosis dari prevalensi, distribusi, endemisitas dan etiologi sehingga dapat tersedia data dan peta hotspot infeksi zoonosis di Indonesia.”
Kekayaan mikrooroganisme di Indonesia juga menjadi potensi tersendiri. “Indonesia mempunyai keanekaragaman mikroorganisme yang tinggi. Akan tetapi hanya sekitar 10 persen saja data yang melaporkan keberadaan mikroorganisme yang berhasil diisolasi dari Indonesia,” papar Atit Kanti, Kepala Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Dirinya menjelaskan, mikroorganisme mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan bioindustri bidang pangan, kesehatan,pertanian dan lingkungan. “Mengingat pentingnya peran mikroorganisme, UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten menjadikan mikroorganisme menjadi satu satunya mahluk hidup yang bisa dipatenkan,” ujar Atit. Indonesia saat ini telah memiliki sarana depositori untuk penyimpanan mikroorganisme, yaitu Indonesia Culture Collection (InaCC) yang dikelola oleh LIPI.
InaCC memiliki fasilitas tempat isolasi, karakterisasi, penyimpanan, dan dokumentasi koleksi mikroorganisme dengan cara penanganan yang benar. “Saat ini di InaCC telah tersimpan koleksi mikroorganisme dari berbagai pihak, antara lain dari lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah, perusahaan swasta, perguruan tinggi dan juga dari luar negeri,” pungkas Atit.